Raksasa teknologi di dunia dan startup di Indonesia masif melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun ada beberapa jenis pekerjaan yang tetap diminati.
Firma yang memberikan insights terkait teknologi Dice melaporkan, lowongan pekerjaan teknologi di Amerika Serikat selama Juni 2021 dan 2022 meningkat 60%. Ini karena pemain besar seperti Amazon dan Apple terus merekrut bakat.
Perusahaan yang tidak dianggap sebagai ‘korporasi teknologi’, tetapi menggunakan teknologi, seperti Disney, Deloitte, dan Bank of America, juga menjadi salah satu dari 50 pemberi kerja teratas untuk peran teknologi.
Ada 554.573 lowongan pekerjaan teknologi pada akhir Juni. Jumlahnya hampir sebanding dengan yang di-PHK selama Juli – November tahun ini.
“Perusahaan tidak lagi mampu mempekerjakan talenta baru dengan harga premium, dan pencari kerja mungkin mendapati perusahaan baru membayar lebih rendah daripada perusahaan lama mereka,” kata eksekutif di perusahaan konsultan startup Kruze Consulting Healy Jones dikutip dari Crunchbase, Senin (21/11).
“Perusahaan berkinerja baik terus merekrut,” kata Jones. “Pasti ada peluang kerja yang tersedia di dunia startup, tapi saya rasa mereka tidak membayar sebesar sebelumnya.”
Dice pun mencatat, jenis pekerjaan seperti keamanan siber, operasinal komputasi awan (cloud), dan data scientist dan data analyst terus diminati. “Hal ini karena perusahaan mengoperasikan tempat kerja jarak jauh atau hybrid dan membutuhkan jaringan terdistribusi dan aman,” menurut Dice.
Lowongan kerja untuk ahli cloud tumbuh 162% selama paruh pertama 2021 hingga semester I 2022. Sedangkan pekerja di bidang data yang menggunakan bahasa pemrogaman seperti R, Go, dan TypeScript masing-masing meningkat 111%, 131%, dan 142%.
Di Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (ATSINDO) Handito Joewono memperkirakan bahwa penurunan lowongan kerja startup dan perusahaan teknologi tersendat hingga tahun depan.
“Startup sudah banyak yang ‘sadar’ dan bertransformasi menjadi korporasi, sehingga produktivitas dan efisiensi merupakan keseharian (hal umum),” kata Handito kepada Katadata.co.id, Kamis (24/11).
Katadata.co.id juga mengonfirmasi potensi penurunan gaji pegawai startup kepada Founder sekaligus CEO Binar Academy Alamanda Shantika. Namun ia belum dapat berkomentar.
Binar Academy memang menjadi salah satu perusahaan yang melakukan PHK akhir tahun ini.
Namun Alamanda sempat mengatakan, permintaan talenta digital masih akan tetap signifikan meskipun banyak startup melakukan PHK. Sebab, ketersediaan talenta digital di Indonesia minim.
Berdasarkan riset McKinsey dan Bank Dunia, Indonesia membutuhkan sekitar sembilan juta talenta digital selama 2015 hingga 2030. Ini artinya, ada kebutuhan 600 ribu tenaga ahli di bidang siber per tahun.
Namun, menurutnya penawaran gaji talenta digital di startup akan semakin rasional. Ini karena perusahaan rintisan mendapatkan pembelajaran dari keterbatasan anggaran dan lebih sadar dalam menawarkan gaji kepada pekerja.
"Bukan tidak mungkin akan ada pengaturan terhadap penawaran gaji para new hiring atau existing employee," kata Alamanda kepada Katadata.co.id, pada Juni (7/6).
Selain itu, pendanaan terhadap startup semakin ketat. Ini membuat manajemen perusahaan rintisan kian berhati-hati dalam melakukan rekrutmen.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Komunikasi dan Informatika Kadin Indonesia Firlie Ganinduto pun mengungkapkan jenis pekerjaan yang paling dicari usai Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) terbit.
“Lahirnya UU PDP bersamaan dengan lahirnya lapangan pekerjaan baru, dalam hal ini data protection officer,” kata Firlie dalam keterangan pers, bulan lalu (14/10).
UU Pelindungan Data Pribadi memang mewajibkan perusahaan serta kementerian dan lembaga (K/L) yang mengelola data masyarakat, untuk membentuk tim khusus perlindungan data.
Dalam UU Pelindungan Data Pribadi, ada dua pihak yang mengelola data di perusahaan atau K/L yakni pengendali data pribadi dan prosesor data pribadi.
Pengendali data pribadi adalah setiap orang, badan publik atau organisasi internasional yang melakukan kendali pemrosesan. Sedangkan prosesor data pribadi adalah pihak yang melakukan pemrosesan atas nama pengendali data pribadi.
“UU PDP juga dapat memunculkan kesadaran bagi perusahaan untuk memperkuat keamanan, terutama bagian cyber security,” tambah Firlie.