DPR sempat mengatakan bahwa Gojek dan Grab mengenakan biaya bagi hasil kepada pengemudi ojek online lebih dari 15% atau melanggar kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Pakar transportasi menilai, aturan Kemenhub tidak tegas.
Kemenhub sebelumnya menurunkan batas maksimal biaya aplikasi ojek online dari 20% menjadi 15%. Ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 tentang pedoman perhitungan biaya jasa penggunaan sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat yang dilakukan dengan aplikasi.
Aturan itu juga terkait kenaikan tarif ojek online per awal September.
Namun, DPR mencatat bahwa Gojek dan Grab menarik biaya bagi hasil lebih dari 15%. “Ada yang memotong sampai 20% seperti Grab dan Gojek, ditambah lagi pemotongan Rp 5.000,” kata Anggota Komisi V DPR Fraksi Partai Gerindra Sudewo saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), tiga pekan lalu (8/11).
“Mengapa sampai tidak ada kepatuhan? Padahal dalam proses penyusunan peraturan ini, Grab dan Gojek juga diundang, dilibatkan, diminta masukan dan saran,” tambah dia.
Katadata.co.id beberapa kali mengonfirmasi hal tersebut kepada Kemenhub. Namun belum ada tanggapan hingga berita ini dirilis.
President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, perusahaan terus berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait mengenai biaya sewa aplikasi (komisi). Ia menjelaskan, besarannya sudah dihitung secara saksama.
Komisi itu juga digunakan untuk menunjang kebutuhan mitra pengemudi. “Untuk menjaga kesejahteraan mitra pengemudi,” ujar Ridzki kepada Katadata.co.id, Kamis (10/11).
Katadata.co.id juga sudah mengonfirmasi keluhan DPR tersebut kepada Gojek. Namun Gojek belum bisa memberikan tanggapan.
Aturan Kemenhub soal Ojol Dinilai Tak Tegas
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno menilai, aturan Kemenhub membatasi biaya bagi hasil dari 20% menjadi 15% tidak tegas.
“Kemenhub tidak punya hak apapun terhadap taksi dan ojek online. Mereka bukan transportasi, tapi aplikasi,” kata Djoko kepada Katadata.co.id, Selasa (22/11).
“Jadi, mau dibuat peraturan menteri perhubungan pun tidak ada manfaatnya. Dicuekin juga tidak ada sanksi hukumnya. Mereka (aplikator taksi dan ojek online) mengikuti aturan Kominfo,” tambah dia.
Oleh karena itu, menurutnya belum ada payung hukum yang melindungi pengemudi taksi dan ojek online.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Haris Muhammadun berharap, pemerintah menindak tegas aplikator yang mengambil biaya bagi hasil lebih dari 15%. “Sebab jelas melanggar peraturan menteri perhubungan yang mengatur hal itu,” kata dia kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (18/11).
Jika aplikator seperi Gojek, Grab, dan Maxim keberatan dengan aturan itu, menurutnya ada ruang dan mekanisme tersendiri yang bisa ditempuh. “Apakah uji material aturan atau saluran hukum lainnya. Aturan ini mesti ditegakkan,” tambah dia.