Perusahaan rintisan (startup) di Indonesia dan global belakangan ramai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) demi efisiensi bisnis. PHK tersebut menyasar hampir semua sektor startup, tak terkecuali di bisnis e-commerce.
Menghadapi tantangan tersebut, Executive Director Lazada Indonesia Ferry Kuswono mengaku optimis, bisnisnya akan terus berkembang. Pasalnya, Lazada menjadi bagian dari digital ekonomi Indonesia.
"Kalau lihat dari track record kami, kami percaya bahwa perkembangan di Lazada Indonesia itu akan terus stabil," kata Ferry di acara Indonesia Digital Econony Conference, Selasa (29/11).
Menurutnya, Lazada akan terus berkembang sesuai dengan perekonomian Indonesia yang terus bertumbuh. Ferry tidak menampik, Lazada juga mengalami perkembangan pada bisnisnya. "Perkembangannya tidak negatif, perkembangannya masih ada, dan itu sesuai dengan apa yang kami lihat di Lazada," ujarnya.
Lazada, kata dia, memiliki program LazGoGlobal untuk membantu UMKM berjualan ke negara Lazada lain, seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina. "Program ini baru kami lakukan kurang lebih enam bulan," ujarnya.
Ia mengatakan sudah ada sekitar seratusan UMKM yang mengikuti program tersebut. Menurutnya, program LazGoGlobal menjadi kesempatan untuk para seller atau brand di Lazada Indonesia untuk melakukan ekspor.
Startup e-commerce marak melakukan PHK tahun ini, padahal termasuk sektor yang diuntungkan oleh pandemi corona sejak awal 2020. E-commerce yang melakukan PHK di antaranya Shopee Indonesia, Tanihub, JD.ID, Beres.id, Bananas, GoTo (Tokopedia), dan Sirclo. Beberapa di antaranya juga menutup layanan.
Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani menyampaikan, pasar sedang terkoreksi cukup dalam secara global. “PHK memang harus dilakukan,” kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (23/11).
Efisiensi yang bisa dilakukan bukan hanya PHK. Namun, “intinya dalam kondisi cash-crunch seperti sekarang, perusahaan mengutamakan kelangsungan bisnis dengan mengamankan posisi arus kas,” ujar dia.
Sedangkan terkait e-commerce kilat alias quick commerce seperti Bananas dan HappyFresh, menurutnya sub-sektor ini terpengaruh kondisi ekonomi. Apalagi sektor ini baru mulai,” tambah dia.
Quick commerce merupakan salah satu sektor yang ramai mendapatkan pendanaan pada awal tahun ini. Namun, startup di sektor ini justru menutup layanan dan ada yang memangkas jumlah pegawai.
“Bananas dan HappyFresh terpengaruh kondisi makroekonomi, apalagi dengan sektor yang baru saja dimulai seperti quick commerce,” kata Edward.
“Path to profitability masih lama dan playground-nya bagi para modal ventura bisa saja bukan mencapai keuntungan namun merger dan akuisisi. Sedangkan kondisi merger dan akuisisi saat ini belum jelas satu sampai dua tahun ke depan,” tambah dia.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro. “Sebab, saat situasi ekonomi menantang, orang mengurangi belanja online kecuali untuk yang kebutuhan primer,” kata dia.
Ia mengatakan, perusahaan rintisan menghadapi beberapa tekanan seperti penurunan traction atau revenue, didorong untuk untung, dan sulit meraih pendanaan. Alhasil mereka melakukan efisiensi.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh startup, yaitu:
• Pengurangan anggaran atau bujet pemasaran
• Mengurangi peluncuran fitur produk
• Menunda ekspansi dan PHK