Startup belanja kilat alias quick commerce sempat tren di Indonesia dan kebanjiran pada awal tahun ini. Namun kini, ada yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga tutup, termasuk Grab.
Quick commerce menawarkan layanan belanja dengan pengiriman barang mulai dari 15 menit sampai 1 jam. “Model belanja kilat di Asia Tenggara sangat sulit dikembangkan,” kata General Partner di Altara Ventures, perusahaan modal ventura berbasis di Singapura, Gavin Teo dikutip dari CNBC Internasional, Rabu (21/12).
“Itu karena unit ekonominya sangat negatif. Ukuran keranjang dan ukuran pesanan cukup kecil,” tambah dia.
Daftar startup e-commerce dan quick commerce yang meraih pendanaan pada awal tahun ini di antaranya:
No | Waktu | Startup | Nilai | Investor |
1 | Januari | KedaiSayur | US$ 3,5 juta (Rp 50 miliar) | Angel Investor atau investor individu |
2 | Februari | Bananas (quick commerce) | US$ 1,5 juta (Rp 21,5 miliar) | East Ventures, SMDV (Sinar Mas), ARISE, MDI Ventures (Telkom), angel investor |
3 | Maret | Sayurbox | US$ 120 juta (Rp 1,7 triliun) | Northstar dan Alpha JWC Ventures, International Finance Corporation (IFC), Astra, Syngenta Group Ventures, serta Global Brain, dan beberapa investor |
4 | Mei | Astro (quick commerce) | US$ 60 juta | Accel, Citius, Tiger Global, Sequoia Capital India, AC Ventures, Global Founders Capital, Lightspeed |
5 | Juni | Dagangan | US$ 6,6 juta | BTPN Syariah Ventura, Monk's Hill Ventures, CEO Payfazz Hendra Kwik |
6 | Juli | KedaiSayur | n/a | Kejora – SBI Orbit, Triputra |
7 | September | HappyFresh | n/a | Genesis, Innoven, dan Mars |
Sumber: Data diolah Katadata.co.id
Startup e-commerce dan quick commerce yang menyediakan sayur dan buah-buahan tersebut masif mendapatkan pendanaan selama Semester I.
Selain startup baru, perusahaan rintisan di sektor pertanian seperti Sayurbox, Segari, dan TaniHub juga menyediakan layanan belanja kilat. Begitu pun dengan Tokopedia dan Grab.
Namun kini, mereka justru masif melakukan PHK atau menutup layanan.
Daftar startup e-commerce dan quick commerce yang melakukan PHK atau menutup layanan sejak awal tahun ini sebagai berikut:
No | Startup | PHK Pegawai | Tutup Layanan | Pivot |
1 | TaniHub | PHK pada Februari | Tutup operasional warehouse atau pergudangan di Bandung dan Bali pada Februari | Setop business to consumer (B2C). Berfokus di business to business (B2B) |
2 | Brambang | - | Tutup platform Brambang.com pada Mei | Membuat layanan baru bernama BrambangElektronik |
3 | Sayurbox | Dikabarkan PHK pada Juli dan PHK lagi pada Desember | Tutup toko offline Toko Panen pada Juni | - |
4 | HappyFresh | - | Tutup layanan di Jakarta pada awal September dan kembali membuka operasional pada akhir September atau setelah meraih pendanaan | - |
5 | Bananas | PHK pada Oktober | Tutup layanan pada Oktober | Membuat layanan baru, namun belum diumumkan |
6 | Grab | - | menghentikan GrabMart Kilat di Bandung pada Juni | - |
Sumber: Data diolah Katadata.co.id
Tantangan Startup 'Sayur'
Pemodal ventura menilai startup jenis ini menghadapi tantangan yang tak mudah, salah satunya kenaikan harga BBM. Ketua Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan bahwa startup sayuran menghadapi tiga tantangan.
Tantangan tersebut yakni memastikan kesediaan supply (pasokan) barang, logistik yang andal, dan dampak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Kenaikan harga BBM meningkatkan biaya logistik yang kemudian berdampak pada kenaikan harga. Bila startup tak mampu menawarkan harga dan fasilitas yang menarik, bisa ditinggalkan konsumen. “Bisa-bisa konsumen beralih,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, pada Agustus (19/9).
Bila startup sayuran berbisnis pada B2C dan early stage, maka mereka juga perlu promo atau ‘bakar uang’.
Namun, di sisi lain, saat ini para investor lebih berhati-hati dalam mengguyurkan modal. “Uang lebih terbatas karena investor makin selektif,” kata dia.
Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani mengatakan bahwa kemungkinan tumbangnya startup sayuran dikarenakan model bisnis yang tidak cocok.
“Startup kan memang mencari model bisnis yang cocok,” katanya kepada Katadata.co.id, pada September (19/9). Ia menyarankan para startup tersebut tetap fokus pada core value bisnis.