Jumlah startup yang melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK di Indonesia terus bertambah tahun ini. Total pegawai yang terkena dampak mencapai ribuan. Namun tren ini dinilai belum mencapai puncaknya.
Ketua Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro menyampaikan, tren startup PHK terjadi karena investor semakin berhati-hati dalam memberikan pendanaan.
Ia memperkirakan, tren startup PHK cenderung berkurang ketika iklim pendanaan (fundraising) membaik. “Mungkin saat suku bunga mulai turun,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.
Laporan Google, Temasek, dan Bain bertajuk ‘e-Conomy Southeast Asia 2022’ pun menunjukkan, modal tersedia atau dry powder investor model ventura Asia Tenggara US$ 15 miliar tahun ini. Nilainya menurun dibandingkan tahun lalu US$ 16 miliar.
Modal ventura diperkirakan hanya berinvestasi di startup portofolio atau yang sudah didanai ketimbang menjelajahi perusahaan rintisan baru.
Meski begitu, Eddi menyampaikan bahwa langkah efisiensi startup di tengah ketatnya pendanaan, bukan hanya dengan PHK. Caranya bisa dengan:
- Pengurangan anggaran atau bujet pemasaran
- Mengurangi peluncuran fitur produk
- Menunda ekspansi
Sedangkan Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani menilai, tren PHK sangat tergantung pada kondisi startup itu sendiri.
"Kondisi market terkoreksi masih terjadi dan diprediksi terus berlanjut sampai tahun depan," kata Edward kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (15/12).
Tren PHK bukan hanya terjadi pada perusahaan teknologi Indonesia, tetapi juga global. Rinciannya sebagai berikut:
Di Tanah Air, rerata startup yang melakukan pengurangan jumlah karyawan bergerak di sektor yang sudah ‘matang’ atau memiliki valuasi besar.
Menurutnya, fokus para startup kini bukan lagi hanya pertumbuhan yang cepat. Melainkan, "kembali ke fundamental. Model bisnis yang di anggap inti dan menghasilkan, akan menjadi perhatian lebih," ujarnya.
"Pengembangan inovasi juga berpusat ke core business dan core value mereka," tambah Edward.
Rincian startup yang melakukan PHK sejak awal tahun hingga 19 Desember, sebagai berikut:
- Xendit
- Carsome
- Shopee Indonesia
- Grab
- Tokocrypto
- MPL
- Lummo
- Tanihub
- Mamikos (belum ada konfirmasi)
- Zenius (dua kali PHK)
- JD.ID (Mei dan Desember 30% atau 200 orang)
- Line
- Beres.id
- Pahamify
- LinkAja
- SiCepat
- Yummy Corp (belum ada konfirmasi)
- Bananas
- Ruangguru
- GoTo 12% atau 1.300 orang
- KoinWorks
- Ajaib
- OYO 10% dari total atau 250 orang
- Sayurbox 5%
- Ula 23% atau 134 orang
- Sirclo 8% karyawan
- Glints 18%
- Shipper 8% atau 65 orang
- Tokocrypto
Executive Director ICT Institute Heru Sutadi menilai bahwa puncak startup PHK belum terjadi. “Ini belum puncaknya, karena kami belum tahu apa yang akan terjadi pada 2023,” kata dia kepada Katadata.co.id, akhir bulan lalu (25/11).
Sedangkan sejumlah ekonom memprediksi terjadi resesi global tahun depan. Hal ini tentu akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia.“Jika benar 2023 ekonomi gelap, otomatis startup satu per satu akan meneruskan proses efisiensi, termasuk mengurangi pegawai dalam jumlah besar,” ujar dia.
Startup Untung, Tapi PHK
Data Kementerian Ketenagakerjan menunjukkan, jumlah karyawan yang terkena PHK sejak awal tahun hingga Oktober mencapai 11.626. Meski begitu, jumlahnya lebih rendah dibandingkan 2020 atau tahun pertama pandemi corona, yang mencapai hampir 400 ribu.
Menurut Heru, ada beberapa faktor yang menyebabkan startup terpaksa melakukan PHK, di antaranya:
- Kesulitan mendapatkan investasi
- Masif bakar uang seperti untuk gratis ongkir alias ongkos kirim maupun diskon
- Pengeluaran tinggi untuk gaji pegawai dan fasilitas penunjang
- Konflik Rusia dan Ukraina yang berdampak terhadap inflasi
- Ancaman resesi ekonomi global
“Startup punya waktu dua tahun biasanya untuk bisnis lanjut atau tidak. Kalau sekarang banyak yang berguguran, ini belum puncaknya. Masih banyak startup yang bertahan 1,5 – 2 tahun ke depan. Kalau tidak dapat investasi ya akan berguguran,” ujar Heru.
Salah satu pendiri dan mitra pengelola Antler untuk Asia Jussi Salovaara menyampaikan, investor yang ada di perusahaan rintisan secara aktif menyarankan para pendiri (founder) untuk bersiap menghadapi ‘musim dingin’ alias ‘tech winter’.
“Modal ventura mendorong para pendiri untuk memiliki runway yang lebih panjang,” ujar Salovaara dikutip dari CNBC Internasional, dua pekan lalu (9/12). Dalam konteks startup, runway mengacu pada berapa lama perusahaan dapat bertahan di pasar, jika pendapatan dan pengeluaran konstan.
Ia juga menyampaikan, startup-startup yang melakukan PHK itu mungkin bekerja dengan baik secara operasional, seperti bisnis tumbuh atau bahkan hampir untung. “Tetapi mereka perlu memastikan bahwa bisnis tumbuh berkelanjutan,” tambah dia.
Sedangkan Co-founder sekaligus Managing Partner Alpha JWC Ventures yang berbasis di Indonesia Jefrey Joe mengatakan, sebelumnya para pendiri startup memang didorong untuk tumbuh cepat.
Sedangkan sejumlah negara menghadapi ancaman resesi ekonomi saat ini. “Maka perlu ada perubahan yang dilakukan saat organisasi mengalami pergeseran dari pertumbuhan kuat menuju pertumbuhan berkelanjutan,” katanya.
“Misalnya, Anda mungkin tidak memerlukan terlalu banyak tenaga pemasaran jika anggaran pemasaran dipotong,” tambah dia. Ini artinya, startup berpotensi melakukan PHK di divisi ini.
“Kami sampaikan kepada para pendiri startup agar bersiap bahwa tahun depan tidak akan lebih mudah dari tahun ini,” kata Jefrey Joe.
Salah satu pendiri sekaligus CEO agregator merek e-commerce Rainforest yang berbasis di Singapura Jia Jih Chai menyampaikan, para pendiri startup berhati-hati dalam mengelola biaya.
“Itu untuk memastikan ada runway cukup hingga akhir 2024,” kata Jia Jih Chai. Dia sebelumnya menjabat wakil presiden senior di Carousell dan direktur pelaksana di Airbnb.
Carousell melakukan PHK terhadap sekitar 10% dari jumlah karyawan atau 110 orang baru-baru ini.
“Ada tanda-tanda bahwa kami memasuki resesi, jika belum melakukannya (memastikan runway panjang). Oleh karena itu, permintaan pelanggan kemungkinan lebih lambat pada 2023,” kata Chai.
Namun jurnalis Silicon Valley yang juga menjalankan buletin dan podcast independen bernama Big Technology Alex Kantrowitz heran dengan perusahaan teknologi yang masif ekspansi saat pandemi corona.
“Mereka memperkirakan bahwa perubahan perilaku Covid-19 akan bertahan selamanya,” kata Alex kepada CNBC’s ‘TechCheck’.
Alhasil, sejumlah perusahaan teknologi gencar merekrut banyak pekerja. Hal ini juga terjadi di Indonesia.
“Jelas, begitu Anda diizinkan pergi ke restoran, bergaul dengan teman di luar, penggunaan Netflix, Facebook, Shopify, dan Amazon akan turun. Jadi mengapa semuanya membangun seolah-olah itu akan bertahan selamanya?” ujar dia.