Ribuan pengemudi ojek online atau ojol menggelar demo terkait rencana penerapan jalan berbayar Electronic Road Pricing (ERP) di Jakarta. Mereka berencana melakukan aksi unjuk rasa susulan jika driver ojol harus dikenakan biaya ERP.
Sekretaris Jenderal Perkumpulan Armada Sewa Indonesia (PAS INDONESIA) Wiwit Sudarsono mengatakan, peserta dalam demo ojol kemarin mencapai 1.000 orang.
“Demo ojol susulan kemungkinan ada bila aspirasi kawan-kawan ojek online tidak mendapatkan tanggapan serius dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta,” kata Wiwit kepada Katadata.co.id, Kamis (9/2).
Ia mengatakan, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo dan Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin menemui perwakilan pengemudi ojek online dalam demo ojol di Balai Kota kemarin (8/2).
“Kadishub bersama Kasatpol PP menemui para pengunjuk rasa. Kadishub berjanji akan menarik draf RAPERDA dari DPRD yang masih tahap Dengar Pendapat,” kata Wiwit.
“Rencananya Raperda akan dievaluasi guna mengecualikan taksi dan ojek online dalam jalur jalan berbayar atau ERP,” tambah dia.
Berdasarkan video yang dikirimkan oleh Gabungan Aksi Roda Dua (Garda), Syafrin memang menjanjikan pengemudi taksi dan ojek online dikecualikan dari kebijakan jalan berbayar atau ERP.
Ini kedua kalinya pengemudi ojek online menggelar demo soal rencana penerapan jalan berbayar atau ERP di Jakarta. Sebelumnya sekitar 500 pengemudi yang tergabung dalam Perkumpulan Rakyat Pengguna Dunia Transportasi atau PREDATOR menggelar demo ojol di depan kantor DPRD Jakarta, bulan lalu (25/1).
Wiwit menyayangkan pengemudi taksi dan ojek online tetap harus membayar di jalan berbayar ERP. “Padahal driver taksi online dan ojol termasuk kendaraan umum meskipun berpelat hitam,” katanya, bulan lalu (25/1).
Ia menyampaikan, pengemudi taksi dan ojek online diakui sebagai angkutan umum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 tentang Ojol dan Permenhub Nomor 118 mengenai taksi online.
Kedua Permenhub itu merupakan turunan dari UU Nomor 22 tahun 2009 Pasal 1 Ayat 10.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan kebijakan jalan berbayar elektronik atau ERP secara bertahap. “Sampai 25 titik," kata Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono ketika meninjau proses administrasi di Kantor Kelurahan Kembangan Selatan, Jakarta Barat, seperti dikutip dari Antara, bulan lalu (25/1).
Secara rinci, 25 ruas jalan itu yakni:
- Jalan Pintu Besar Selatan
- Jalan Gajah Mada
- Jalan Hayam Wuruk
- Jalan Majapahit
- Jalan Medan Merdeka Barat
- Jalan Moh. Husni Thamrin
- Jalan Jenderal Sudirman
- Jalan Sisingamaraja
- Jalan Panglima Polim
- Jalan Fatmawati (simpang Jalan Ketimun 1 - simpang Jalan TB Simatupang)
- Jalan Suryopranoto
- Jalan Balikpapan
- Jalan Kyai Caringin
- Jalan Tomang Raya
- Jalan Jenderal S. Parman (simpang Jalan Tomang Raya - simpang Jalan Gatot Subroto)
- Jalan Gatot Subroto
- Jalan MT Haryono
- Jalan DI Panjaitan
- Jalan Jenderal A. Yani (simpang Jalan Bekasi Timur Raya-simpang Jalan Perintis Kemerdekaan)
- Jalan Pramuka
- Jalan Salemba Raya
- Jalan Kramat Raya
- Jalan Pasar Senen
- Jalan Gunung Sahari
- Jalan HR Rasuna Said
ERP di Jakarta rencananya berlaku setiap hari mulai Pukul 05.00 hingga 22.00 WIB di 25 ruas jalan ibu kota sepanjang 54 kilometer (km). Tarif yang diusulkan berkisar Rp 5.000 – Rp 19.000.
Pemprov DKI Jakarta menargetkan regulasi jalan berbayar atau ERP selesai tahun ini. Hal itu masih dibahas dalam Rancangan Perda tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik masih dibahas bersama DPRD DKI Jakarta.
Sembari menunggu penyelesaian regulasi, Pemprov DKI Jakarta akan mengutamakan layanan transportasi publik misalnya, TransJakarta, LRT dan MRT Jakarta untuk menekan kemacetan di ibu kota.
Kendaraan yang dikecualikan dalam aturan jalan berbayar yakni:
- Sepeda listrik
- Kendaraan bermotor berpelat kuning
- Kendaraan Dinas operasional instansi Pemerintah & TNI/Polri
- Kendaraan Korps diplomatik negara asing
- Ambulans
- Kendaraan jenazah
- Kendaraan pemadam kebakaran