Pendanaan Anjlok 55%, Kemilau Startup Indonesia Dinilai Pudar

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/AWW.
Warga mengamati aplikasi-aplikasi startup yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021).
Penulis: Desy Setyowati
28/4/2023, 06.00 WIB

Pendanaan ke startup Indonesia turun 41% secara kuartalan (quarter to quarter/qtq) dan 55% tahunan (year on year/yoy) pada kuartal I. Nilainya diperkirakan US$ 432,64 juta atau sekitar Rp 6,36 triliun (kurs Rp 14.711 per US$ pada 27 April).

Angka itu diperoleh dari total pendanaan ke startup di Asia Tenggara menurut laporan SE Asia Deal Review: Q1 2023 US$ 2,08 miliar pada kuartal I. Porsi Indonesia yakni 20,8% atau US$ 432,64 juta.

Pendanaan ke startup Asia Tenggara pada kuartal I itu pun turun 25% qtq dan 52% yoy. “Hasilnya sama dengan kuartal II 2020, ketika pembatasan sosial dan perjalanan akibat Covid-19 menghambat kesepakatan pendanaan,” demikian dikutip dari DealStreetAsia, Kamis (27/4).

Ada 195 kesepakatan pendanaan ke startup sepanjang Januari – Maret. Jumlahnya turun 37% yoy.

Singapura memimpin dengan 103 kesepakatan. Namun nilainya turun 49% qtq dan 63% yoy. Penurunannya lebih tinggi ketimbang Indonesia.

Partner Openspace Ventures Jessica Huang Pouleur mengatakan, startup Indonesia paling banyak meraih pendanaan di Asia Tenggara pada 2020 dan 2021. "Sebagian besar investasi ini didorong oleh dana persilangan, yang ditarik oleh kisah demografi makro Indonesia yang sangat menarik,” kata dia.

"Tetapi 'turis' telah pergi," tambah Pouleur. Sementara itu, "perusahaan dengan putaran pendanaan yang dinilai terlalu tinggi belum tumbuh dari sisi valuasi."

Co-Founder sekaligus Managing Partner Alpha JWC Ventures Jeffrey Joe mencatat ada koreksi pasar dalam hal valuasi sejak tahun lalu. "Koreksi ini masih harus dilihat," ujar dia.

Joe menambahkan bahwa lanskap investasi yang berubah merupakan perkembangan yang disambut baik, karena akan menanamkan upaya tumbuh keberlanjutan di antara para startup.

Co-founder dan managing partner firma modal ventura TNB Aura yang berfokus di Asia Tenggara, Charles Wong melihat penurunan nilai pendanaan ke startup sebagai cerminan dari standar yang lebih tinggi di mata investor.

"Lewatlah sudah tahun-tahun 'transfer nilai' yang tidak berkelanjutan dari satu pemangku kepentingan ke pemangku kepentingan berikutnya, melalui diskon dan promosi berlebihan,” kata Charles Wong.

“Jika perusahaan tidak menghasilkan langkah perubahan dalam hal nilai untuk ekosistem, maka mereka tidak berhak untuk mengekstraksi nilai apa pun," tambah dia.

Partner InnoVen Capital SEA Paul Ong mengatakan, perusahaannya tidak meminta startup untuk meraup untung dalam tiga atau lima bulan. Tetapi, "dapat tumbuh berkelanjutan," katanya dalam acara Indonesia PE-VC Summit yang digelar oleh DealStreetAsia di Hotel Langham, Jakarta, pada Januari (12/1).

Investor juga memantau bagaimana startup berfokus pada model bisnis. Selain itu, menginginkan pendiri perusahaan rintisan memahami operasional perusahaan dan segmen pasar yang dibidik.

CEO MDI Ventures Donald Wihardja mengatakan, startup harus berfokus pada inti bisnis dan rencana bisnis. Ia juga mengkaji bagaimana pendiri perusahaan rintisan mengatasi tantangan minimnya pendanaan.

Menurutnya, jika perusahaan dan kompetitor tidak lagi mendapat pendanaan, maka startup harus menggaet yang lebih banyak pasar.

Jika mendapat pendanaan, maka "harus berfokus pada layanan guna menggenjot bisnis," kata dia.

Ia menyampaikan, perusahaan tertarik pada startup yang untung dan memiliki runway yang panjang. Dalam konteks startuprunway mengacu pada berapa lama perusahaan dapat bertahan di pasar, jika pendapatan dan pengeluaran konstan.

"Kalau tidak punya itu, setidaknya harus memperlihatkan gross income profit yang positif," kata dia. Maksudnya, hal yang dapat dilakukan untuk untung.