Pendanaan ke startup Indonesia turun 41% secara kuartalan (quarter to quarter/qtq) dan 55% tahunan (year on year/yoy) pada kuartal I. Namun investor Tanah Air menilai hal ini wajar.
Berdasarkan laporan SE Asia Deal Review: Q1 2023, pendanaan ke startup di Asia Tenggara US$ 2,08 miliar selama Januari – Maret. Nilainya turun 25% qtq dan 52% yoy.
Rincian pendanaan ke startup per negara sebagai berikut:
- Singapura: 46% atau US$ 956,8 juta
- Thailand: 25,5% atau US$ 530,4 juta
- Indonesia: 20,8% atau US$ 432,64 juta, sekitar Rp 6,36 triliun (kurs Rp 14.711 per US$ pada 27 April)
- Vietnam: 4,6% atau US$ 95,68 juta
- Filipina: 2% atau US$ 41,6 juta
- Malaysia: 1,1% atau US$ 22,88 juta
Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan, penurunan pendanaan ke startup di Tanah Air itu sangat normal dan wajar. Sebab setiap investasi memiliki siklus.
“Dengan kondisi koreksi pasar yang terjadi, kami sebagai investor juga lebih berhati-hati dalam melakukan investasi, tentunya dengan standar yang lebih tinggi,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, Jumat (28/4).
Modal ventura kini tidak hanya berfokus pada high growth, tetapi juga mengkaji rencana startup untuk untung alias profitability plan yang jelas. Dengan begitu, investor akan tahu apakah bisnis startup itu dapat berjalan dalam jangka waktu lama atau tidak.
Eddi pun mengungkapkan ciri startup yang dilirik oleh investor saat ini, yakni:
- Sudah menghasilkan profit, terutama yang bisa beroperasi dengan efisien sebagai pembeda startup dengan perusahaan tradisional. Dengan begitu, mereka dapat memperpanjang runway. Dalam konteks startup, runway mengacu pada berapa lama perusahaan dapat bertahan di pasar, jika pendapatan dan pengeluaran konstan.
- Startup pada sektor yang memiliki prospektus besar ke depan
- Founder yang memiliki pengetahuan dan pengalaman luas atas bisnis yang sedang dijalankan. Sebab, menjalankan bisnis bukan hal yang mudah.
Sementara itu, Partner Openspace Ventures Jessica Huang Pouleur mengatakan startup Indonesia paling banyak meraih pendanaan di Asia Tenggara pada 2020 dan 2021.
"Sebagian besar investasi ini didorong oleh dana persilangan, yang ditarik oleh kisah demografi makro Indonesia yang sangat menarik,” kata Jessica Huang dikutip dari DealStreetAsia, akhir pekan lalu (27/4).
"Tetapi 'turis' telah pergi," tambah Pouleur. Sementara itu, "perusahaan dengan putaran pendanaan yang dinilai terlalu tinggi belum tumbuh dari sisi valuasi."
Co-Founder sekaligus Managing Partner Alpha JWC Ventures Jeffrey Joe mencatat ada koreksi pasar dalam hal valuasi sejak tahun lalu. "Koreksi ini masih harus dilihat," ujar dia.
Joe menambahkan bahwa lanskap investasi yang berubah merupakan perkembangan yang disambut baik, karena akan menanamkan upaya tumbuh keberlanjutan di antara para startup.
Co-founder dan managing partner firma modal ventura TNB Aura yang berfokus di Asia Tenggara, Charles Wong melihat penurunan nilai pendanaan ke startup sebagai cerminan dari standar yang lebih tinggi di mata investor.
"Lewatlah sudah tahun-tahun 'transfer nilai' yang tidak berkelanjutan dari satu pemangku kepentingan ke pemangku kepentingan berikutnya, melalui diskon dan promosi berlebihan,” kata Charles Wong.
“Jika perusahaan tidak menghasilkan langkah perubahan dalam hal nilai untuk ekosistem, maka mereka tidak berhak untuk mengekstraksi nilai apa pun," tambah Charles.