Startup Bahan Pokok Titipku Ungkap Alasan Banyak Pesaing yang Tutup

Economic Times
e-grocery
Penulis: Lenny Septiani
31/5/2023, 10.10 WIB

Setidaknya hampir 20 startup tutup di Indonesia, dan sebagian besar bergerak di bidang penyedia sayur hingga kebutuhan sehari-hari. Startup e-grocery Titipku mengungkapkan alasan banyak pesaingnya yang gugur.

WHO mengakhiri status darurat kesehatan global untuk Covid-19 per 5 Mei. Masyarakat kini kembali bisa berkerumun hingga belanja langsung ke pasar.

Pendiri sekaligus CEO Titipku Henri Suhardja mengatakan hal itu menjadi tantangan bagi startup grocery yang menjamur selama pandemi corona. “Tak bisa dipungkiri bahwa ada masyarakat yang belanja langsung ke pasar,” katanya dalam keterangan pers, Rabu (31/5).

Ia pun membagi konsumen dalam tiga kelompok, yakni:

  1. Kembali belanja langsung ke pasar
  2. Tetap berbelanja online karena sudah merasakan kemudahan
  3. Keluarga baru atau pekerja baru yang memilih belanja online, karena  fokus bekerja atau urusan rumah tangga

Oleh karena itu, ia optimistis bisnis grocery tetap diminati. “Sebab, masyarakat Indonesia didominasi milenial yang fasih digital, dan ke depan didominasi Gen Z yang memang digital native,” ujarnya.

“Generasi ini yang akan memiliki pemikiran  ‘kalau bisa belanja online ya belanja online saja’,” Henri menambahkan.

Cara lain agar bisnis model tidak tergerus bisnis baru yang bermunculan yakni mengadaptasi model bisnis omnichannel O2O alias online to offline. Sementara Titipku melebarkan bisnis ke model business to business to consumer alias B2B2C, yang menyasar konsumen individu dan korporasi.

“Jadi sekarang Titipku tidak hanya berfokus memenuhi kebutuhan konsumen rumahan, tapi juga pedagang di pasar, pengusaha hotel, restoran, dan kafe atau horeka,” kata Henri.

Di Indonesia, setidaknya ada lima startup penyedia bahan pokok yang menutup layanan ataupun lini bisnis tertentu sejak ada pandemi corona yakni:

  1. Startup penyedia sayur dan bahan pokok Brambang tutup dan berganti model bisnis
  2. Startup penyedia sayur dan bahan bokok Sayurbox menutup toko offline dan bisnis di dua lokasi
  3. Startup penyedia sayur dan bahan bokok Tanihub menutup layanan business to consumer (B2C)
  4. Startup penyedia sayur dan bahan bokok HappyFresh sempat tutup, namun beroperasi kembali setelah mendapatkan pendanaan
  5. Startup quick commerce atau belanja kilat Bananas menutup operasional dan berencana pivot

Sementara itu, dua startup bangkrut di bisnis ini yakni:

  1. Stoqo
  2. Tumbasin

Co-Founder sekaligus Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan semua inovasi memiliki risiko. “Pasti ada kegagalan, karena tidak mudah untuk membuat itu,” katanya dalam acara East Ventures Open Book & Halal Bihalal di Jakarta, Selasa (9/5).

Ia mengungkapkan masalah paling besar yang dihadapi oleh startup penyedia bahan pokok yakni:

  1. Unit ekonomis
  2. Margin yang kecil sehingga tidak untung
  3. Biaya pengantaran yang mahal

“Barang yang Fast Moving Consumer Good atau FMCG itu untungnya kecil. Setiap transaksi itu minus sebenarnya,” ujarnya.

East Ventures berinvestasi ke startup quick commerce Bananas yang akhirnya menyatakan tutup pada Oktober 2022. Padahal, startup ini baru beroperasi pada Januari 2022.

Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro menyampaikan ada dua faktor yang mempengaruhi startup tutup di bidang penyedia sayuran dan sembako, yakni:

  1. Perilaku konsumen yang sudah berubah
  2. Perilaku belanja di Indonesia berbeda dengan negara lain

Peluang dari pandemi Covid-19 diambil sebagai kesempatan besar oleh para pelaku startup. “Selama pandemi corona, konsumen tidak punya pilihan belanja selain berbelanja online,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, Senin (8/5).

Saat kasus Covid-19 di Indonesia tinggi, muncul banyak startup quick commerce. Perusahaan rintisan ini menyediakan layanan pemesanan hingga pengantaran kebutuhan pokok hitungan menit dan jam.

Hal itu menimbulkan persaingan ketat dengan pemain yang sudah mapan di pasar.

Selain itu, kini masyarakat masif berbelanja di mal. “Akibatnya, model bisnis quick commerce di Indonesia menjadi tidak berkelanjutan,” ujarnya.

Tantangan lain startup e-grocery, termasuk quick commerce yakni kesulitan menjaga kualitas dan ketersediaan produk. “Banyak startup yang sadar bahwa ada banyak kesulitan dalam menjaga kualitas dan ketersediaan produk, apalagi dalam hal startup dengan model bisnis quick commerce,” kata Eddi.

Menurutnya, startup quick commerce di Indonesia perlu berevolusi, seperti:

  • Meningkatkan efisiensi operasional dan mengoptimalkan rantai pasokan
  • Membangun merek dan reputasi yang kuat
  • Menciptakan nilai tambah bagi pelanggan
  • Memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
Reporter: Lenny Septiani