Pendanaan ke startup Indonesia anjlok sekitar 87% secara tahunan atau year on year (yoy) dari US$ 3,3 miliar menjadi hanya US$ 400 juta atau sekitar Rp 6,3 triliun selama Semester I 2023. Tren investasi ke perusahaan rintisan dinilai berpotensi kembali ke era sebelum ada unicorn.
“Situasi pendanaan ke startup tampaknya berbalik ke tingkat yang terjadi sebelum Covid-19 dan sangat mungkin ke standar sebelum era unicorn,” kata Cento Ventures dalam laporan ‘Southeast Asia Tech Investment H1-2023’ dikutip Selasa (20/2).
Unicorn merupakan sebutan bagi startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar atau sekitar Rp 15,6 triliun. Sementara itu, decacorn lebih dari US$ 10 miliar atau setara Rp 156 triliun.
Unicorn pertama Indonesia yakni Gojek pada Agustus 2016, setelah merampungkan penggalangan dana US$ 550 juta yang dipimpin oleh Capital Group.
Rincian pendanaan ke startup Indonesia sebelum 2016 sebagai berikut:
“Kembalinya valuasi startup ke level pra-dual-gelembung dan ukuran transaksi mengikuti penurunan volume investasi namun dengan jeda yang signifikan,” demikian dikutip.
Pendanaan ke startup Asia Tenggara selama Semester I 2023 anjlok ke level terendah sejak 2016. Hal ini sejalan dengan riset Google, Temasek, dan Bain and Company bertauk ‘e-Conomy SEA 2023’ yang dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Valuasi startup terus mengalami penyesuaian, meskipun secara bertahap. Valuasi startup Seri B mengalami gejolak paling besar, terutama di Indonesia dan Filipina.
“Investor Seri B di kedua pasar ini sudah sangat terbiasa dengan ketersediaan putaran tahap selanjutnya (US$ 50 – US$ 100 juta per transaksi) yang sudah habis pada Semester 1 2023,” demikian dikutip.
Tech Winter Segera Berakhir
Cento Ventures memperkirakan tren penurunan pendanaan ke startup segera berakhir. Namun ada perubahan lanskap dalam penilaian perusahaan rintisan.
“Perkembangan seperti runway yang semakin pendek pada 2021 - 2022 dan banyaknya penutupan perusahaan yang diumumkan ke publik berdampak signifikan terhadap pola pikir investor,” kata Cento Ventures.
Dalam konteks startup, runway mengacu pada berapa lama perusahaan dapat bertahan di pasar, jika pendapatan dan pengeluaran konstan. Menurut Forbes, runway adalah waktu yang dimiliki startup sebelum kehabisan uang.
“Gambaran sebenarnya mengenai valuasi perusahaan di kawasan ini akan tetap dikaburkan oleh adanya dua ‘penopang’ yaitu putaran internal terstruktur dan utang swasta, yang diterapkan secara bebas untuk menunda penetapan harga startup di seluruh ekosistem,” Cento menambahkan.
Hal senada disampaikan oleh Co-founder sekaligus Managing Partner Monk’s Hill Ventures Peng T. Ong. "Keyakinan saya, tahun depan, Anda akan melihat pelonggaran penyebaran dana di Asia Tenggara," kata dia dikutip dari CNBC Internasional, akhir tahun lalu (19/12/2023).
Co-founder sekaligus Managing Partner Asia Antler Jussi Salovaara juga memperkirakan investasi modal ventura meningkat dalam enam bulan terakhir pada 2024. “Kami yakin akan meningkat terutama menjelang paruh kedua,” ujar dia.
Jussi memprediksi minat pendanaan ke startup tahun depan diwarnai oleh kekhawatiran kenaikan suku bunga acuan, modal yang terkumpul turun, serta jumlah mitra investasi semakin terbatas dan lebih selektif. “Jadi perlu sedikit waktu untuk pulih," katanya.
Namun untuk menarik pendanaan di tengah iklim ekonomi saat ini, startup perlu menunjukkan kepada para investor bahwa mereka memiliki jalur yang jelas dan layak untuk mendapatkan keuntungan.
"Jika 2023 menjadi tahun pergantian gigi, maka 2024 akan menjadi tahun berbelok," kata Founding Managing Partner Insignia Ventures Partners Yinglan Tan.
"Ini akan menjadi tikungan ketat, dengan tekanan dari geopolitik, suku bunga, pasar publik, lanskap kompetitif yang semakin matang yang berdampak pada monetisasi dan alokasi modal untuk perusahaan teknologi,” Tan menambahkan.
Sebelumnya, para startup cenderung memprioritaskan pertumbuhan bisnis daripada profitabilitas dengan cara ‘bakar uang’ alias promosi. Kini, dengan adanya hambatan ekonomi global yang memperlambat pertumbuhan, perusahaan rintisan terpaksa memperbaharui fokus ke profitabilitas dan lebih berhati-hati terhadap anggaran.