Mantan pendiri Bukalapak, Achmad Zaky, berbagi pengalaman bisnisnya sebagai co-founder perusahaan modal ventura atau Venture Capitalist (VC), Init6. Ia mengatakan pengalamannya sebagai founder startup sangat berbeda dengan kariernya saat ini sebagai investor.
Saat menjadi founder startup Bukalapak, Achmad Zaky berfokus pada manajemen perusahaan dan operasional teknisnya. Sedangkan sebagai investor, ia perlu memahami banyak sector dan mengetahui banyak hal.
“Meskipun tidak mengetahui 100% seluruhnya sektor, tapi saya harus mengetahui 50% atau setidaknya 30% dari setiap sektor yang saya ingin berinvestasi,” kata Achmad Zaky di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (23/10).
Dia mengatakan pengalamannya sebagai pendiri startup sangat membantunya dalam menjalani kariernya sekarang sebagai pemodal ventura. Selama menjadi founder startup dia mendalami teknis operasional, seluk-beluk dunia startup hingga kebutuhan untuk keberlanjutan perusahaan.
Pengalaman mengelola startup juga membuat Achmad Zaky walau lebih empati terhadap tantangan yang dihadapi para founder. Meski begitu, dia tetap berhati-hati dalam memberikan kebebasan kepada founder.
Sebagai pemodal ventura, dia membagikan tips buat para calon investor. Menurut dia, sebaiknya memulai investasi dari skala kecil karena pasar saat ini tidak dapat menyerap modal besar dengan mudah.
Dalam konteks pasar Indonesia dan Asia, kata Zaky, investasi antara US$10 ribu (setara Rp 156 juta) atau US$50 ribu (setara Rp 780 juta) dianggap lebih realistis dan berpotensi menghasilkan keuntungan yang signifikan, dibandingkan investasi sekaligus dalam jumlah besar.
Investasi yang lebih kecil dinilai memungkinkan keuntungan yang lebih berkelanjutan. "Investor yang terburu-buru sering kali menghasilkan kualitas portofolio yang buruk," kata Zaky.
Sebaliknya, dengan pendekatan yang lambat dan hati-hati, hasil investasi bisa meningkat signifikan. Dia mencontohkan Bukalapak yang dimulai dengan investasi sebesar US$150 ribu (setara Rp 2,3 miliar) menghasilkan keuntungan sebesar US$ 1,8 juta (setara Rp 28,1 miliar).
"Saya pikir itu adalah sesuatu yang kita sepelekan, tetapi sebenarnya sangat sulit untuk dilakukan," kata Ahmad Zaky.