Bos Kopi Kenangan Sebut Kelebihan Modal Bisa Jadi Bumerang Bagi Startup
Pendiri sekaligus CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata menilai kesalahan terbesar banyak startup justru bukan karena kekurangan modal, melainkan memiliki terlalu banyak sumber daya setelah memperoleh pendanaan besar.
Edward menyoroti fenomena para pendiri startup yang kehilangan fokus ketika menerima pendanaan dalam jumlah besar, terutama setelah tahap Series A atau B.
“Kesalahan terbesar kebanyakan founder bukan karena kekurangan modal, tapi justru kelebihan modal (over-resourced),” kata Edward dalam acara Tech in Asia Conference 2025 di Jakarta Selatan, Rabu (22/10).
Ia mencatat banyak pendiri startup memperluas bisnis secara agresif dengan modal berlimpah saat periode puncak investasi pada 2021 Namun, alih-alih memperkuat strategi utama, mereka justru mencoba terlalu banyak inisiatif yang tidak teruji.
“Daripada fokus pada, misalnya tiga prioritas utama perusahaan, mereka malah menjalankan prioritas ketujuh atau kedelapan. Akibatnya, perusahaan jadi kehilangan arah,” ujar Edward.
Menurut dia, langkah menambah lebih banyak proyek atau inisiatif tidak otomatis membuat perusahaan lebih menguntungkan. Justru sebaliknya, langkah itu seringkali menambah beban operasional dan menggerus profitabilitas jangka pendek.
“Ketika perusahaan punya terlalu banyak uang, mereka cenderung menambah tim dan membelanjakan dana untuk hal-hal yang kurang penting. Padahal, punya terlalu banyak talenta juga bisa jadi masalah. Terlalu banyak hal baik pun bisa menjadi buruk,” kata dia.
Edward menekankan pentingnya fokus pada tiga inisiatif utama yang benar-benar berdampak pada bisnis. Untuk menjaga arah bisnis seperti ini, Kopi Kenangan menerapkan governance mingguan dan bulanan guna memastikan penggunaan dana sesuai dengan prinsip pengembalian investasi yang baik atau Return on Invested Capital (ROIC).
“Selama proyek itu punya ROIC yang bagus dan mengarah pada profitabilitas, maka kami teruskan. Tapi kalau hasilnya kurang memuaskan, kami kurangi sumber daya yang dialokasikan, baik itu dana maupun tenaga kerja,” ujarnya.
Pendekatan berbasis ROIC itu, menurut Edward, menjadi kunci keberhasilan Kopi Kenangan dalam menjaga efisiensi dan pertumbuhan berkelanjutan. Ia mencontohkan perbandingan antara gerai di mal dan di SPBU.
Meskipun gerai di mal menghasilkan pendapatan lebih besar, lokasi di SPBU justru memberikan payback period yang lebih baik karena biaya sewa lebih rendah.
“Jadi, metrik utama kami bukan revenue atau bahkan GMV, tapi ROIC. Itu yang menentukan apakah bisnis benar-benar sehat dan berkelanjutan,” ujar Edward.