Google meluncurkan platform barunya, Wildlife Insights, bekerja sama dengan tujuh organisasi pelestarian lingkungan dunia terkemuka. Platform tersebut menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) untuk mendata spesies satwa di dunia ini.
Wildlife Insights bisa membantu organisasi memantau satwa-satwa yang hampir punah. Berdasarkan data dari World Wildlife Fund (WWF), populasi burung, ikan, reptilia, dan amphibi di seluruh dunia telah menyusut sampai 60 % sejak 1970 hingga saat ini.
Menurut Program Manager Google Earth Outreach Tanya Birch, sebelumnya, dalam mengawasi peredaran satwa, peneliti harus menerjemahkan data dari gambar hasil kamera sensor gerak. Namun, data yang ada belum bisa dipadukan antara satu lokasi dan lokasi lainnya.
Untuk itu, Wildlife Insights menggunakan teknologi AI guna membantu peneliti dalam memecahkan masalah kerumitan pendataan satwa di alam. “Kini AI bisa memilah secara otomatis gambar-gambar satwa di alam dan mengklasifikasikannya,” kata Tanya pada Rabu (18/12).
(Baca: Google Maps, Peta Digital yang Petakan 98% Populasi Bumi)
Data spesies satwa itu akan masuk ke Google Cloud. Dalam program ini, Google menggunakan jaringan neural konvolusional multi kelas yang didasarkan pada framework open source tensorflow untuk mengembangkan Wildlife Insights.
Tujuh organisasi pelestarian lingkungan terkemuka yang digandeng Google yakni WWF, Smithsonian, Conservation International, Wildlife Conservation Society (WCS), North Carolina Museum of Natural Sciences, Zoologi Society of London (ZSL), dan Map of Life. Dari ketujuh organisasi tersebut sudah terkumpul 4,5 juta gambar peredaran satwa di alam.
Khusus di Indonesia, WWF sudah memasang kamera sensor geraknya di Bukit Barisan, Pulau Sumatera. Hingga saat ini, baru Bukit Barisan saja wilayah Indonesia yang sudah masuk dalam platform Wildlife Insights. Di Bukit Barisan, terdata sebanyak 51 spesies dan terpasang 81 kamera.
(Baca: Sejajar Boyband Korea, Nadiem Paling Banyak Dicari di Google Tahun Ini)
“Wildlife Insights memberi tahu peran AI di dunia konservasi pada masyarakat,” ungkap Tanya. Tidak hanya organisasi dan ilmuan biologi saja yang bisa mengakses data peredaran satwa di alam, masyarakat umum pun bisa mengakses. Hanya saja, untuk memasukkan data terkait peredaran satwa hanya bisa dilakukan oleh kalangan tertentu yang sudah mendapatkan izin dari Wildlife Insights.
Secara keseluruhan di dunia, Wildlife Insights baru mendata lebih dari 600 spesies. Menurut Tanya, belum sepenuhnya wilayah bisa tercakup dalam platform Wildlife Insights. Hanya beberapa wilayah saja yang terdapat kamera sensor gerak dari organisasi pelestarian lingkungan. “Ke depan kami ingin mengajak sebanyak mungkin organisasi untuk bekerja sama,” ujar Tanya.