Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro mengatakan pihaknya bakal mencontoh model pelatihan talenta digital di Finlandia, yang memberi kesempatan bagi seluruh masyarakatnya untuk mengikuti pelatihan. Hal tersebut untuk mengatasi gap antara jumlah permintaan dan persediaan talenta digital yang diharapkan mencapai 600 ribu per tahun.
Menurut Riset McKinsey dan Bank Dunia, Indonesia membutuhkan sekitar 9 juta talenta digital pada 2015 hingga 2030.
Meski saat ini jumlah mahasiswa Indonesia cukup besar, Bambang menyebut mahasiswa yang terjun di bidang digital jumlahnya masih terbatas.
(Baca: Menteri Riset: Startup Sarana Diplomasi Ekonomi Indonesia di Global)
Apabila sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang ada saat ini tidak dibekali dengan kompetensi digital, dikhawatirkan dapat tergerus oleh teknologi robotisasi berbasis data yang diolah oleh machine learning dan ariticifial inteligence (AI), khususnya di era revolusi industri 4.0.
Salah satu negara yang bisa dijadikan contoh menurut Bambang adalah Finlandia. Negara kawasan Eropa Utara ini memiliki konsep pelatihan talenta digital cukup menarik.
Sebab, pemerintah setempat memberikan kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk mengikuti pelatihan coding secara gratis tanpa memandang latar belakang dan keahlian mereka di bidang digital. Sehingga, melalui cara ini Finlandia dapat mempercepat ketersediaan talenta digital di negaranya.
"Barang kali, model (pelatihan) seperti di Finlandia ini juga bisa menemukan talenta tersembunyi di bidang digital bagi masyarakat Indonesia," ujarnya dalam konferensi pers PP Digital Construction Day (DCD 2019) di Jakarta, Selasa (26/11).
Kendati memiliki jumlah penduduk relatif kecil, tetapi Finlandia bisa berhasil menjadi salah satu pemain penting di industri digital. Beberapa inovasi teknologi dan digital yang lahir dari negara tersebut misalnya perusahaan ponsel Nokia dan games Angry Birds.
Adapun, munculnya inovasi Nokia dan Angry Birds dari para talenta digital di negara tersebut yang dimaksimalkan melalui berbagai pelatihan baik dari pemerintah maupun individu.
"Kami juga ingin mencoba untuk formulasikan agar kursus coding seperti itu bisa menjadi lebih massal," ujar Bambang.
Hanya saja, kementeriannya masih bakal meninjau kembali sektor apa saja yang dibutuhkan perusahaan ataupun masyarakat. Jika kebutuhan pasar mengindikasikan adanya kekurangan sumber daya di bidang coding, maka pihaknya siap mendorong sektor tersebut.
(Baca: Tingkatkan Kemampuan Mesin Pencarian, Google Adopsi Teknologi Baru)
Dalam mendorong pengembangan talenta digital, kementeriannya bakal berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait teknis pengajaran dan pelatihan. Sejauh ini, menurutnya, dari segi pendidikan resmi sudah dilakukan baik, baik melalui vokasi maupun pendidikan umum.
Bambang berharap, dengan memberi kesempatan yang luas bagi seluruh masayrakat untuk mengikuti berbagai pelatihan digital dari pemerintah, nantinya bisa memunculkan talenta digital baru yang selama ini tersembunyi.
Lebih lanjut, dalam pengembangan sistem revolusi industri 4.0, beberapa teknologi yang menopang sektor ini di antaranya Internet of Things (IoT), Artificial Inteligence (AI), Human Machine Interface, Technology Robotic and Sensor, serta Technology 3D Printing.
Karenanya, untuk mendorong transformasi teknologi, setidaknya ada tiga faktor penting yang harus diperhatikan yakni SDM, regulasi, dan teknologi.
Dari ketiga faktor itu, SDM memegang kunci keberhasilan penerapan revolusi 4.0. "Tanpa SDM yang mumpuni, mustahil bisa mencapai transformasi teknologi. Karena hampir seluruh negara maju saat ini berlomba-lomba untuk mendorong kualitas SDM mereka agar lebih aktif," ujarnya.