Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meresmikan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) dan Tanda Tangan Elektronik (TTE) pada hari ini (13/11). Hal ini bertujuan meminimalkan pemalsuan dokumen milik pemerintah ataupun perusahaan di Indonesia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, layanan tanda tangan digital memudahkan Aparatur Sipil Negara (ASN) bekerja dimanapun. Ia mencontohkan, dirinya baru saja dinas ke Laos dan bisa menandatangani dokumen meski tidak ada di Indonesia.
“Kami bisa pakai tanda tangan digital dan legal,” kata dia di Hotel Merlynn Park, Jakarta, Rabu (13/11). Selain itu, teknologi bisa memverifikasi pengguna yang terlibat dalam penandatangan dokumen tersebut.
Penerapan tanda tangan elektronik diklaim bisa menangkal kejahatan siber. “User tidak bisa menyangkal telah bertransaksi elektronik,” kata dia. Layanan ini dinilai meningkatkan keamanan, selain penggunaan password.
(Baca: BPPT Kembangkan Tanda Tangan Digital hingga IoT)
Saat ini, ada enam penyelenggara tanda tangan digital. Dari sisi pemerintah, yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Empat lainnya dari korporasi, yaitu Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri), PrivyId, Vida, dan Digisign.
Mereka menyediakan enam layanan. Di antaranya tanda tangan elektronik, segel elektronik, preservasi, otentifikasi, pengiriman elektroknik tercatat, dan penanda waktu.
CEO PrivyID Marshall Pribadi mengatakan, ada beberapa perusahaan yang mengira tanda tangan digital ilegal. “Perbankan masih ada yang mengira seperti itu. Setiap harinya, kami mendapat pertanyaan dari 10 perusahaan,” kata dia.
Karena sudah terdaftar di Kementerian Kominfo, PrivyID memiliki otoritas untuk menerima pendaftaran, memverifikasi, serta menerbitkan sertifikat dan tanda tangan elektronik bagi warga Indonesia. Keamanan informasi data pengguna aplikasi PrivyID terjamin melalui penggunaan teknologi asymmetric cyrptography.
(Baca: BPPT: Indonesia Bisa Jalankan Pemilu Elektronik pada 2024)
Dengan tarif mulai Rp 35 ribu untuk 10 dokumen, Marshall mengklaim, penggunaan tanda tangan digital bisa menghemat biaya operasional perusahaan. Sebab, dengan tanda tangan digital pada dokumen atau surat elektronik, tidak perlu lagi ada biaya cetak dan kurir.
Untuk membuat akun PrivyID, pengguna diharuskan untuk mengunggah foto diri dan KTP, serta data pribadi seperti alamat email, nomor telepon, tanda tangan, hingga informasi tempat bekerja, hingga riwayat pendidikan.
CEO Vida Niki Santo Luhur menyampaikan, tantangan utama supaya tanda tangan digital bisa diadopsi masif di Tanah Air yakni minimnya pemahaman masyarakat terkait layanan ini. “Regulasinya sudah ada, hanya perlu sosialisasi ke industri-industri kalau ini sudah sah,” kata dia.
(Baca: Startup Tanda Tangan Digital, PrivyID Dapat Pendanaan dari Telkomsel)