Kominfo Tanggapi Wacana KPI Awasi YouTube hingga Netflix

Grab
Ilustrasi, Rudiantara saat menghadiri peluncuan GVV Angkatan II. Menteri Kominfo Rudiantara menanggapi wacana KPI mengawasi Youtube hingga Netflix.
Penulis: Michael Reily
12/8/2019, 15.13 WIB

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara mengatakan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus menetapkan objek yang jelas jika ingin mengawasi YouTube dan Netflix. Karena itu, Kominfo masih akan mengkaji wacana ini.

Netflix misalnya, menyiarkan konten berupa film. Konten jenis ini diawasi oleh Lembaga Sensor Film (LSF), bahkan sebelum tayang di bioskop.

Namun, Netflix merupakan perusahaan penyedia layanan video streaming (video on demand/VoD). “Yang berbayar tidak ada sensor. Setelah ‘lewat’ baru ketahuan. Jadi sebetulnya objeknya (yang mau diawasi) apa,” kata Rudiantara di Jakarta, Senin (12/8).

Dalam hal siaran gratis (free to air), kerja KPI diatur dalam Undang-Undang (UU) Penyiaran. Di satu sisi, konten yang dirilis melalui aplikasi VoD seperti Netflix ataupun media sosial, YouTube juga terkait UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Saya belum tahu seperti apa (pengawasannya). Tetapi, selama ini pengampu UU ITE adalah Kementerian Kominfo. Dalam hal tertentu, kami tidak sendiri. Konten terorisme misalnya, dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Terkait narkotika, ada Badan Narkotika Nasional (BNN),” katanya.

(Baca: Gara-gara Kimi Hime, Kominfo Bakal Revisi Aturan Konten Kreatif)

Karena itu, menurutnya perlu dikaji objeknya serta dasar hukum yang jelas jika KPI ingin mengawasi Netflix ataupun Youtube. “Jangan sampai berlangsung (pengawasannya), tetapi hukum belum jelas. Kami duduk bersama, tapi jangan lupa objektif. Konsekuensinya beda,” kata Rudiantara.

Secara keseluruhan, menurutnya masyarakat seperti orang tua juga berperan penting dalam mengawasi tontonan anak-anaknya. Pemerintah juga melakukan pengawasan sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Di lain kesempatan, Kementerian Kominfo berencana merevisi aturan soal konten kreatif dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif. Hal ini menyusul pelaporan masyarakat terkAit konten YouTuber Kimi Hime yang dianggap melanggar tindak asusila.

(Baca: Netflix Kontrak Duo Kreator Game of Thrones Senilai Rp 2,8 Triliun)

Dalam pertemuan bersama Kominfo beberapa waktu lalu (29/7), kuasa hukum Kimi Hime Irfan Akhyari berharap  segera meregulator dapat segera membuat regulasi yang jelas dan rigid bagi para konten creator. Hal ini supaya tidak ada multitafsir terkait konten Youtuber.

"Itu usulan Pak Irfan (kuasa hukum Kimi), kami sepakat soal (revisi aturan) itu. Ini sebagai momentum (industri) konten kreatif Tanah Air, untuk menata konten kita lebih baik lagi, bukan soal Kimi semata," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu di kantornya, beberapa waktu lalu (29/7).

Kominfo sebagai regulator menyadari bahwa pentingnya bimbingan (guidance) regulasi mengenai konten di media sosial. Dia menilai aturan dalam Permen Nomor 19 Tahun 2014 sudah tertinggal jauh dengan kondisi industri konten kreator saat ini. "Kami ingin sesuaikan situasi terbaru, sesuaikan dengan konten-konten kreasi hari ini, termasuk kasus Kimi," katanya.

Dia menambahkan, saat ini revisi aturan tersebut masih digodok oleh Kominfo di Ditjen Aptika. Ia menjelaskan, urgensi mengubah Permen tersebut sudah ada sebelumnya, bukan semata-mata karena adanya kasus konten Kimi Hime.

(Baca: Kimi Hime vs Kominfo: Heboh Blokir Video Youtube)

Reporter: Michael Reily