Huawei memperkirakan waktu adopsi internet jaringan generasi kelima atau 5G di Indonesia bisa lebih cepat dari 2022. Salah satu faktor pendukungnya adalah infrastruktur yang sudah terbangun, seperti Palapa Ring atau dikenal dengan Tol Langit.
Selain itu, jaringan serat atau fiber hingga menara pemancar alias base transceiver station (BTS) sudah tersedia di Tanah Air. “Yang paling penting saat ini adalah regulasi dan spektrumnya. Nah, itu yang menjadi tantangan," kata Direktur ICT Strategy Huawei Indonesia Mohamad Rosidi kepada Katadata.co.id, Rabu (31/7).
Untuk itu, menurutnya pemerintah perlu menetapkan spektrum atau frekuensi yang pas untuk 5G dan membuat regulasinya. Tentunya dengan mempertimbangkan dari sisi bisnis. “Apakah bisnis itu potensial?” kata dia.
Pada umumnya, ada tiga komponen penting dalam menerapkan 5G di Indonesia yaitu bisnis, regulasi, dan infrastruktur. Jika ketiga hal ini sudah siap, masyarakat bisa segera mengadopsi 5G.
(Baca: Langkah Gencar Telkomsel Kembangkan 5G: Gandeng Huawei hingga Ericsson)
Ia menilai, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah mengupayakan beragam hal untuk menetapkan spektrum 5G. Berdasarkan kajian internel Huawei, frekuensi 3,5 GHz bisa menjadi prioritas utama dalam penerapan 5G di Indonesia.
Alternatif lainnya, pemerintah bisa menggunakan frekuensi 26 GHz. "Kedua frekuensi itu seharusnya bisa untuk mengisi jaringan 5G dan itu memungkinkan," kata Rosidi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail menjelaskan, penetapan frekuensi 5G ini akan mengikuti ekosistem internasional. Maksudnya, penetapan frekuensi 5G akan mengkaji banyak tidaknya vendor yang mendukung.
(Baca: Langkah Kominfo agar Adopsi 5G di Indonesia Lebih Efisien)
Langkah tersebut dinilai lebih efisien, karena semakin banyak perangkat 5G yang dibuat maka biayanya menjadi lebih murah. “Ini supaya lebih efisien bagi operator untuk investasi,” kata dia kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu (2/7).
Hal ini menindaklanjuti kajian Kementerian Kominfo bahwa pengguna harus membayar tiga kali lebih banyak dari saat ini, jika ingin menggunakan 5G. Alasannya, perusahaan telekomunikasi harus membangun BTS 5G lebih banyak dibanding 4G.
Pembangunan BTS 5G lebih rapat dibanding 4G, supaya kecepatan internetnya maksimal. “Jadi, belanja BTS-nya juga akan lebih banyak,” katanya. Karena itu, penetapan frekuensi 5G harus menyesuaikan banyak tidaknya vendor pendukung guna mengimbangi biaya yang dikeluarkan operator.
(Baca: Kominfo Prioritaskan Jaringan 5G Untuk Konsumen Bisnis di Luar Jawa)