Unggul di Kecepatan Internet, 5G Dianggap Berbahaya Bagi Makhluk Hidup

ANTARA FOTO/REUTERS/Steve Marcus
Ilustrasi, Jordan Itakin berjalan melewati tampilan teknologi nirkabel broadband 5G di stan Intel saat CES 2018 di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat, Selasa (9/1). Beberapa negara mengkaji dampak 5G bagi kesehatan, sebelum diterapkan.
Penulis: Desy Setyowati
2/7/2019, 16.39 WIB

Jaringan generasi kelima (5G) mulai diadopsi beberapa negara karena teknologi ini menawarkan kecepatan internet yang digadang-gadang kilat. Namun, beberapa lembaga dan perusahaan di dunia mengatakan, 5G bisa berbahaya bagi  makhluk hidup dan lingkungan.

Pada April lalu, pemerintah Belgia menghentikan uji coba 5G di Brussel karena khawatir radiasi dari Base Transceiver Station (BTS) berbahaya bagi masyarakat. Anggota Parlemen di Belanda juga meminta pemerintah untuk mengkaji bahaya 5G. Negara bagian Amerika Serikat (AS), New Hampshire juga berencana membentuk komisi yang bertugas mempelajari dampak 5G bagi kesehatan.

Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) dan Federal Communications Commission (FCC) AS mengatakan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait 5G. “Sebab, sebagian besar studi belum menemukan hubungan antara sinyal frekuensi radio dari ponsel atau BTS dan penyakit,” demikian dikutip dari CNET, beberapa waktu lalu (20/6).

(Baca: Mengenal Kecanggihan Teknologi 5G)

Akan tetapi, pandangan berbeda diungkapkan oleh Kepala Dosimetri Radiasi Badan Kesehatan Masyarakat Inggris (Public Health England/PHE) Simon Mann. Ia mengatakan, 5G bisa merusak otak dan kesuburan. "Ada kemungkinan peningkatan kecil dalam keseluruhan paparan gelombang radio ketika 5G ditambahkan ke jaringan telekomunikasi," kata dia dikutip dari Daily Record.

Namun, dia berharap paparan radiasi 5G terhadap manusia tetap rendah. Karena itu, Juru Bicara PHE pun menegaskan, instansinya bakal mengawasi penggunaan 5G di negaranya sesuai pedoman Komite Internasional terkait Perlindungan Radiasi Non-Ionisasi (ICNIRP).

Pada 2017 lalu, pakar frekuensi radio internasional dari Universitas Helsinki Dariusz Leszczynski mengatakan, jaringan 5G bisa berdampak buruk bagi kulit ataupun mata. “Tampaknya, kita mengalami deja vu, karena pada awal 1980-an kita berpikir bahwa teknologi pemancar berdaya rendah akan aman. Tiga puluh tahun kemudian nampaknya itu mungkin bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker),” kata dia.

(Baca: Langkah Gencar Telkomsel Kembangkan 5G: Gandeng Huawei hingga Ericsson)

Selain manusia, 5G dianggap berbahaya bagi makhluk hidup lainnya dan lingkungan. AFP melaporkan, studi pada 2010 menunjukkan, sinyal elektromagnetik yang terpancar dari menara jaringan telekomunikasi—termasuk 5G—membuat burung dan serangga bingung. Sebab, gelombang radio tersebut mengganggu sensor magnetik yang digunakan burung dan serangga untuk bermigrasi.

Hal ini mengakibatkan, musim kawin dan bertelur burung terganggu. Dalam jangka menengah-panjang, hal ini dikhawatirkan bisa mengurangi populasi burung dan serangga. Selain itu, radiasi elektromagnetik disebut-sebut turut mengacaukan pertumbuhan tanaman.

Kepala Lembaga Kelautan dan Atmosfer AS (National Oceanic and Atmospheric Administration/NOAA) Neil Jacobs mengatakan, 5G mengganggu transmisi data satelit cuaca. Alhasil, akurasi prakiraan cuaca menurun. Alasannya, frekuensi milimeter jaringan 5G berada di spektrum 24GHz atau dianggap terlalu dekat dengan satelit microwave, yang berfungsi mendeteksi perubahan cuaca.

Namun, hal itu dibantah oleh Wakil Presiden Eksekutif CTIA Bill Gillen. “Ini klaim yang absurd tanpa ilmu di baliknya,” kata Gillen melalui blog-nya dikutip oleh Washington Post, beberapa waktu lalu. CTIA merupakan kelompok dagang yang mewakili industri komunikasi nirkabel di AS.

(Baca: Tak Pakai Teknologi Huawei, Eropa Butuh Rp 886 T untuk Kembangkan 5G)