Penjualan Turun, Huawei Prediksi Pendapatan Anjlok Rp 429 Triliun

THAM KEE CHUAN|123RF.com
Ilustrasi, seseorang yang memegang ponsel Huawei Mate dengan simbol Hongmeng OS. Huawei memperkirakan pengiriman smartphone secara global turun 40 hingga 60 juta tahun ini
Penulis: Desy Setyowati
18/6/2019, 07.35 WIB

Perusahaan teknologi asal Tiongkok, Huawei memperkirakan pengiriman ponsel pintar (smartphone) secara global turun 40 hingga 60 juta tahun ini. Karena itu, Huawei pun memprediksi pendapatan menurun sekitar US$ 30 miliar atau Rp 429 triliun dalam dua tahun ke depan.

Pendiri Huawei Ren Zhengfei pun membenarkan bahwa pengiriman smartphone secara global turun sekitar 40% selama sebulan terakhir. Hal ini disebabkan oleh masuknya Huawei dalam daftar hitam (blacklist) terkait perdagangan di Amerika Serikat (AS).

Meski begitu, ia menegaskan bahwa Huawei akan mempertahankan anggaran penelitiannya dan berupaya menghindari terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ataupun penjualan aset utama. “Kami tidak memperkirakan kerugian akan sebesar ini,” kata dia dikutip dari Bloomberg, kemarin (17/6).

(Baca: Huawei Tunda Peluncuran Ponsel Lipat Mate X, Bantah Imbas Sanksi AS)

Hal itu ia sampaikan dalam suatu diskusi bersama penulis sekaligus investor George Gilder dan pendiri MIT Media Lab Nicholas Negroponte, di Shenzhen, Tiongkok. Ren mengatakan, perusahaannya sudah menyiapkan beberapa hal guna mengantisipasi dampak dari kebijakan AS. “Kami hanya melindungi mesin dan tangki bahan bakar, tetapi gagal melindungi bagian lain,” katanya.

Manajer Penjualan dan Pemasaran Huawei menambahkan, pengiriman smartphone mencapai 206 juta pada tahun lalu. Karena itu, proyeksi penurunan pengiriman 40 hingga 60 juta bisa menekan penjualan smartphone Huawei tahun ini.

(Baca: Fitch: Huawei Apes, Perang Dagang AS-Tiongkok Menguntungkan Samsung)

Hal tersebut terjadi karena perusahaan AS tidak lagi bisa bekerja sama dengan Huawei termasuk Google dan produsen chip. Google pun menghentikan akses ke sistem operasi Android dan layanan seperti Google Play Store, Gmail, YouTube, dan lainnya.

Tanpa perangkat lunak itu, perangkat Huawei seperti Honor 20 tidak dapat menjalankan aplikasi penting seperti Google Maps dan Gmail. “Pengguna harus melakukan sideload atau mencari toko aplikasi alternatif,” kata analis Counterpoint Tom Kang.

(Baca: Huawei Kena Perang Dagang, Pengiriman Ponsel Pintar Diprediksi Turun)

Meski begitu, menurutnya penurunan pengiriman smartphone di Huawei di negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market) akan bervariasi. Namun, kebijakan AS tersebut akan sangat berpengaruh terhadap penjualan smartphone Huawei di Eropa, Jepang, dan Amerika Latin.

Honor 20 dibanderol US$ 500 atau sekitar Rp 7,2 juta, menggunakan perangkat lunak Android 9. Perangkat lunak merupakan versi terbaru Android. Ponsel ini juga didukung chip buatan Huawei, HiSilicon Kirin. Meski begitu, kebijakan AS tetap melumpuhkan kemampuan konsumen untuk memperbarui sistem operasi atau mengunduh aplikasi Google terbaru.

(Baca: Setelah Kalahkan Apple, Huawei Berpeluang Menyalip Samsung)