Empat perusahaan telekomunikasi Indonesia setuju untuk mematuhi keputusan pemerintah membatasi akses pengguna ke media sosial. Keempat operator tersebut adalah Telekomunikasi Selular (Telkomsel), Indosat Ooredoo, XL Axiata, dan Smartfren Telecom.
Keempat operator tersebut memahami bahwa kebijakan itu ditempuh untuk mencegah penyebaran hoaks terkait kerusuhan 22 Mei di Jakarta. “Seiring perkembangan situasi saat ini, kami sepenuhnya mematuhi keputusan pemerintah untuk membatasi akses secara bertahap dan sementara ke sejumlah media sosial,” ujar GM External Corporate Communications Telkomsel Denny Abidin kepada Katadata.co.id, Kamis (23/5).
Hal senada disampaikan oleh Group Head Corporate Communication XL Axiata Tri Wahyuningsih. Tri menegaskan, bahwa perusahaannya bakal mematuhi aturan pembatasan akses ke media sosial tersebut. “ XL Axiata sepenuhnya mematuhi arahan dan keputusan pemerintah,” ujar dia.
(Baca: Facebook Jelaskan Pembatasan Media Sosial Imbas Kerusuhan 22 Mei)
Group Head Corporate Communication Indosat Turina Farouk dan Deputy CEO Smartfren Djoko Tata Ibrahim juga menyampaikan hal serupa. Menurut Djoko, situasi saat ini tergolong rawan untuk penyebaran hoaks. Karena itu, ia memilih patuh terhadap keputusan pemerintah untuk membatasi akses ke media sosial.
Dia berharap, situasi di Jakarta pada khususnya bisa kembali normal. “Tentunya kami tidak sempat memikirkan masalah pemasukan perusahaan akibat kebijakan ini. Paling tidak, ini yang bisa kami lakukan untuk Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara menyampaikan bahwa pembatasan akses ke media sosial ini bersifat sementara dan bertahap. Hal itu bertujuan untuk membatasi penyebaran hoaks terkait kerusuhan 22 Mei.
(Baca: Bendung Hoaks Kerusuhan 22 Mei, Pemerintah Batasi Akses Media Sosial)
Pembatasan dilakukan terhadap fitur di platform media sosial dan percakapan. Fitur yang dibatasi dan sementara tidak diaktifkan adalah fitur di Facebook, Instagram, dan Twitter untuk gambar, foto dan video. “Karena secara psikologi video dan gambar itu bisa membangkitkan emosi," ujar dia di Jakarta, kemarin (22/5).
Menurut Rudiantara, pembatasan ini tidak melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE). Sebab, UU tersebut fokus pada dua hal. Pertama, meningkatkan literasi, kemampuan, kapasitas dan kapabilitas masyarakat akan digital. Kedua, manajemen konten. “Salah satunya dengan pembatasan konten ini," ujarnya.
Meski begitu, ia meminta maaf kepada masyarakat atas pembatasan ini. Dia juga menegaskan bahwa fitur SMS dan panggilan masih bisa digunakan. “Biasanya membuka di media online, kita kembali ke media mainstream," kata dia.
(Baca: Akses Whatsapp Dibatasi untuk Cegah Peredaran Hoaks Kerusuhan )