Mantan Ketua KPPU Usul Kemenhub Larang Gojek-Grab Beri Promo Berlebih

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Sejumlah ojek online menunggu penumpang di kawasan Pinang Ranti, Jakarta Timur (25/3). Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan, tarif dasar ojol untuk Jabodetabek sebesar Rp 2.000 per km. Kemudian, batas atasnya Rp 2.500 per km.
Penulis: Desy Setyowati
20/5/2019, 17.38 WIB

Mantan petinggi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) usul agar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk melarang aplikator transportasi ojek online seperti Gojek dan Grab menerapkan tarif promo berlebihan dan mengarah pada praktik predatory pricing. KPPU khawatir promo berlebihan ini menciptakan monopoli.

Hal itu disampaikan Ketua Komisioner KPPU Periode 2015-2018 Syarkawi Rauf dalam diskusi bertajuk Aturan Main Industri Ojol: Harus Cegah Perang Tarif. Pada kesempatan itu, ia mengapresiasi Kemenhub yang merilis dua aturan terkait layanan ojek online.

Kedua aturan tersebut adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 348 Tahun 2019, yang mengatur tentang keselamatan pengguna dan tarif ojek online. “Tapi tidak diatur soal promosi,” kata Syarkawi dalam siaran pers, Senin (20/5).

(Baca: Kemenhub Akan Atur Batas Waktu Diskon Tarif Ojek Online)

Kegiatan promo yang berlebihan ini menjurus pada perilaku persaingan usaha yang tidak sehat. Biasanya, langkah seperti itu bertujuan untuk menyingkirkan kompetitor hingga akhirnya menciptakan monopoli.

Syarkawi mencontohkan, ada aplikator yang memberikan promo tarif ojek online hingga 100%. “Istilahnya dia (aplikator) berani jual rugi untuk memperbesar pangsa pasar dan menyingkirkan kompetitornya,” kata dia. Menurutnya, praktik promo tarif seperti ini tergolong berlebihan.

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menyebutkan, pelaku usaha dilarang memasok barang dan atau jasa dengan menetapkan harga yang sangat rendah. Menurutnya, tarif promosi seperti ini tidak akan menguntungkan konsumen dalam jangka panjang.

Sebab, jika monopoli itu benar-benar terjadi, maka pelaku usaha tersebut akan menetapkan tarif yang tinggi guna menutupi biaya promosi yang pernah dikeluarkan. “Dengan hanya ada satu pemain dominan, maka pemain tersebut akan bebas menerapkan harga,” ujarnya.

(Baca: Menhub Sebut Kebijakan Tarif Ojek Online Tak Ada Kendala Signifikan)

Oleh karena itu, menurutnya Kemenhub harus merevisi Permenhub Nomor 12 Tahun 2009 supaya membatasi promo pada batas wajar. Ia juga meminta Kemenhub memberikan sanksi kepada aplikator yang terindikasi melakukan promo tidak wajar.

Hal senada disampaikan oleh Peneliti Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Muslich Zainal Asikin. Ia mencontohkan, Blue Bird dan Express tidak bersaing dalam hal tarif ataupun promosi, melainkan layanan dan produk. “Ini persaingan yang lebih sehat. Kemenhub harusnya bisa menerapkan beleid pembatasan promo di aturan ojek online,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubugan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menyampaikan, bahwa kementeriannya akan membahas batasan waktu dan persentase pemberian diskon bagi penumpang ojek online. “Kalau ada persaingan yang tidak sehat harus  diselesaikan dengan undang-undang yang berlaku," kata dia, akhir pekan lalu.

(Baca: Saingi Gojek dan Grab, FastGo Asal Vietnam Masuk Indonesia Akhir 2019)