Perusahaan penyedia layanan konferensi video, Zoom Video Communications Inc menyampaikan bahwa margin kotor akan tertekan hingga 2021. Ini karena lonjakan jumlah pengguna gratis, yang berpengaruh pada kenaikan biaya, khususnya infrastruktur.
Harga saham Zoom pun melorot 5% pada perdagangan Senin (30/11). Padahal, harga sahamnya meningkat sekitar tujuh kali lipat sejak awal tahun.
Zoom memang mengoperasikan beberapa pusat data sendiri. Tetapi, perusahaan juga bergantung pada layanan komputasi awan (cloud) dari vendor luar seperti Amazon dan Oracle Corp, yang berarti ada biaya yang ditanggung untuk pengguna gratis.
Pada kuartal III, Zoom mencatat ada lonjakan pengguna gratis karena jutaan siswa dan guru memulai semester baru. Kondisi ini menekan margin laba kotor Zoom menjadi 66,7% atau di bawah perkiraan analis 72,1%. Nilainya juga lebih rendah dibandingkan sebelum ada pandemi corona yang rata-rata sekitar 80%.
"Kami memperkirakan margin kotor akan konsisten pada kuartal III hingga tahun fiskal berikutnya, sebelum mulai meningkat menuju target margin jangka panjang," kata Chief Financial Officer Kelly Steckelberg dikutip dari Reuters, Selasa (1/12).
Zoom memiliki 433.700 pelanggan korporasi dengan 10 pegawai lebih. Jumlahnya meningkat 485% dibandingkan tahun lalu (year on year/yoy). Namun, secara kuartalan pertumbuhannya mulai melambat dari 40% pada kuartal I dan II, menjadi 17% di kuartal III.
Meski begitu, Zoom masih memperkirakan pendapatan kuartal keempat sekitar US$ 806 juta hingga US$ 811 juta. Ini di atas perkiraan analis US$ 730,1 juta, menurut data Refinitiv.
Pendapatan pada kuartal ketiga yang berakhir pada 31 Oktober memang melonjak 367% menjadi US$ 777,2 juta. Pencapaian ini mengalahkan perkiraan rata-rata analis sekitar US$ 694 juta.
Pada September lalu, Zoom pun meningkatkan proyeksi pendapatan untuk tahun fiskal 2021. Pendapatannya diperkirakan sekitar US$ 2,37 miliar-US$ 2,39 miliar, atau tumbuh 282%. Target ini melebihi perkiraan rata-rata analis US$ 1,81 miliar.
Namun, analis di Rosenblatt Securities Ryan Koontz mengatakan, lambatnya pertumbuhan pengguna berbayar bisa berarti Zoom kalah dibandingkan raksasa teknologi mapan. “Cisco dan Microsoft sangat mengakar di segmen perusahaan yang lebih besar. Zoom memiliki pekerjaan yang jauh lebih sulit untuk melawan mereka,” katanya.
Sebelumnya, Analis JP Organ Sterling Auty juga memperingatkan bahwa churn rate Zoom berisiko turun saat pandemi Covid-19 mereda. Chrun rate dari sisi konsumen, yakni persentase pelanggan yang berhenti menggunakan layanan perusahaan.
“Lonjakan pertumbuhan semakin datang dari segmen pelanggan yang paling berisiko,” kata Auty dikutip dari Reuters, September lalu (1/9). Ia mencatat, klien Zoom dengan karyawan kurang dari 10, berkontribusi 36% terhadap pendapatan pada periode April-Juni.
Zoom pun mengatakan bahwa tingkat pembatalan berlangganan meningkat sedikit dibanding rata-rata historis. Akan tetapi, perusahaan mengklaim telah memperhitungkan peningkatan itu.