Pemerintahan Amerika Serikat (AS) yang dipimpin oleh Donald Trump dan sejumlah negara di Uni Eropa memutuskan untuk tidak menggunakan layanan internet generasi kelima (5G) Huawei. Raksasa teknologi asal Tiongkok ini pun memperkuat pasarnya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Pada akhir Oktober lalu, Huawei bekerja sama dengan Kantor Staf Presiden (KSP) untuk mengembangkan 100 ribu sumber daya manusia (SDM) selama lima tahun. “Dengan bantuan Huawei, kami berharap dapat meningkatkan kualitas SDM hingga mencapai standar internasional," kata sumber yang dekat dengan KSP, dikutip dari Asia Nikkei Review, Selasa lalu (2/11).

Huawei membantah bahwa kerja sama yang dimaksud terkait penggunaan solusi 5G. Kolaborasi hanya terkait pelatihan. Apalagi, McKinsey memperkirakan Indonesia kekurangan sembilan juta talenta digital hingga 2030.

Pada September, produsen ponsel pintar (smartphone) itu pun berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melatih 400 lebih pegawai. Ini meliputi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), komputasi awan (cloud computing), 5G, dan maha data (big data).

Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) juga menggaet Huawei untuk menerapkan AI di Nusantara pada April lalu. Ini seiring dengan upaya kementerian membuat strategi nasional AI.

Selain itu, Huawei berkolaborasi dengan lembaga nirlaba (non-governmnet organization/NGO) Rainforest Connection membangun Smart Forest Guardian untuk memantau perburuan satwa liar di Taman Nasional Bali Barat pada Oktober lalu.

Di Indonesia sendiri, belum ada layanan 5G. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) masih mengkaji spektrum frekuensi yang tepat untuk 5G.

Meski begitu, beberapa operator seluler di Tanah Air sudah menguji coba 5G dengan menggaet vendor seperti Huawei maupun Ericsson.

Tahun lalu, Huawei berkolaborasi dengan XL Axiata untuk membangun jaringan simplified transport dengan solusi Optical Networking 2.0. Jaringan ini dinilai bisa meningkatkan kualitas layanan, termasuk 5G.

Telkomsel juga menggandeng Huawei untuk mengembangkan Joint Innovation Center 5.0. Kolaborasi ini dalam rangka pengembangan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia.

Pada November lalu, Indosat Ooredoo menggaet Huawei untuk membangun jaringan transport berbasis teknologi segment routing IPv6 (SRv6). Ini memungkinkan jalur routing deterministik dan jaminan terkait latensi atau keterlambatan pengiriman data.

Namun, operator seluler Indonesia juga menggandeng perusahaan telekomunikasi global lainnya.  Telkomsel misalnya, bekerja sama dengan Ericsson. Lalu, Indosat menggaet korporasi asal Swedia ini untuk menguji coba layanan 5G berbasis 3D Augmented Reality (AR).

Akan tetapi, sumber yang dekat dengan induk Telkomsel, Telkom mengatakan bahwa solusi 5G dari Huawei lebih murah 20%-30%. "Kualitasnya juga lebih baik jika dibandingkan dengan peralatan dari Nokia dan Ericsson," kata sumber dikutip dari Asia Nikkei Review.

Selain Indonesia, raksasa teknologi itu memperkuat pasar di regional. "Asia Tenggara telah dan akan tetap menjadi pasar penting bagi Huawei," kata Principal Analyst Mobile Infrastructure di Omdia Remy Pascal.

Di Singapura, Nokia dan Ericsson mengalahkan Huawei. Singapore Telecommunications (Singtel) mengatakan sedang dalam pembicaraan dengan Ericsson Swedia.

Sedangkan perusahaan patungan milik Starhub dan M1 memilih Nokia sebagai mitra untuk membangun jaringan 5G. Kedua perusahaan akan membangun jaringan 5G yang ditarget selesai pada awal 2021.

Meski begitu, Menteri Komunikasi dan Informasi Singapura S Iswaran memang mengatakan bahwa pemerintah tak mencegah Huawei untuk berpartisipasi. “Jika Anda melihatnya murni berdasarkan hasilnya, sangat jelas (alasannya),” kata dia dikutip dari CNBC Internasional, Juni lalu (25/6).

Juru bicara Huawei menyampaikan, perusahaan akan membangun rekam jejak 5G di negeri jiran. “Kami akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan membantu Singapura untuk terus bersaing secara global,” kata kepada Nikkei Asian Review, dikutip dari Kr-Asia, Juli lalu (20/7).

Di Asia Tenggara, Huawei bekerja sama dengan AIS di Thailand. Perusahaan asal Negeri Panda ini juga bermitra dengan Maxis Malaysia.

Lalu, perusahaan bekerja sama dengan Globe Telecom untuk layanan percontohan 5G di Filipina. Begitu pun di Kamboja.

Selain itu, Huawei mengungguli para pesaingnya di pasar Afrika. “Perusahaan sudah beroperasi di hampir setiap tingkat penyediaan internet di benua itu, mulai dari memasang kabel bawah laut hingga menjual perangkat seperti ponsel", kata pakar hubungan Tiongkok-Afrika di Institut Urusan Internasional Afrika Selatan di Johannesburg, Cobus van Staden dikutip dari Financial Times, Oktober lalu (6/10).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan