Sebanyak 12.548 desa di Indonesia belum mendapatkan akses jaringan internet generasi keempat alias 4G. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mempercepat pembangunan infrastruktur digital di seluruh desa dari 2032 menjadi 2022 imbas pandemi corona.
Menteri Kominfo Johnny G Plate mengatakan, percepatan pembangunan akses internet di wilayah blank spot tersebut didukung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan berdasarkan keputusan politik yang kuat. Kementerian pun mengandalkan dana campuran atau blended financing untuk membangun.
"Dengan begitu, pembangunannya lebih cepat 10 tahun," kata Johnny dikutip dari siaran pers, Minggu (13/12). “Kalau dilakukan secara biasa-biasa saja setidaknya baru selesai 2032.”
Yang dibangun oleh kementerian yakni infrastruktur di 9.113 desa, karena masuk daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Sedangkan sisanya di luar 3T sehingga menjadi kewajiban operator seluler. "Kami harap mereka berkomitmen secara simultan untuk menghadirkan sinyal selambat-lambatnya pada 2022," ujar Johnny.
Kementerian menyiapkan strategi dari hulu ke hilir untuk mempercepat ketersediaan akses internet di 9.113 desa. Dari hulu, Kominfo mengandalkan sembilan satelit telekomunikasi. Lima di antaranya milik negara dan empat lainnya disewa.
Selain itu, kementerian akan mengorbitkan satelit multifungsi yakni Satria berkapasitas 150 gigabyte per second (gbps) di 146 bujur timur slot orbit. Ia berharap satelit ini meluncur pada kuartal akhir 2023.
Kominfo telah menunjuk PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) sebagai pelaksana pembangunan. Pabrikasi satelit dari perusahaan asal Prancis, Thales Alenia Space juga dimulai.
Selain itu, dua institusi keuangan yakni Banque publique d'investissement (BPI) dari Prancis dan Asia Infrastructure Investment Bank (AIIB) asal Tiongkok telah memberikan persetujuan pembiayaan. Investasinya disebut-sebut US$ 500 juta atau setara 8,1 triliun.
Dengan adanya satelit Satria pada 2023, Johnny mengklaim akan ada 93.900 sekolah yang mendapatkan akses internet. Selain itu, digunakan untuk pelayanan pemerintah, baik pemerintahan desa, dan kebutuhan kemasyarakatan lainnya.
Dari sisi hilir, kementerian membangun 348 ribu kilometer fiber optik backbone broadband 226 ribu kilometer di darat dan 123 ribu kilometer di laut.
BAKTI Kominfo juga akan menyelesaikan akses internet di sekitar 3.126 dari total 13.011 fasilitas layanan kesehatan pada akhir 2020. Ini juga akan mengandalkan satelit.
"Awal 2021 seluruh puskesmas dan rumah sakit di Indonesia sudah bisa terakses WiFi, sehingga telemedicine bisa dilakukan dengan baik," kata Johnny.
Percepatan dilakukan pandemi Covid-19 memaksa masyarakat di banyak negara untuk membatasi aktivitas di luar rumah. Alhasil, internet menjadi semakin dibutuhkan.
Untuk pendidikan misalnya, pelajar diiimbau belajar dari rumah guna meminimalkan risiko penularan virus corona. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan, 68,73 juta siswa yang belajar dari rumah.
Sebanyak 41,6% di antaranya merupakan pelajar tingkat sekolah dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah/sederajat. Lalu 19% merupakan siswa tingkat sekolah menengah pertama (SMP)/MTs/sederaja. Sekitar 6% lainnya yakni pengajar.
Namun, akses internet di Indonesia masih timpang. Berdasarkan data indeks internet inklusif (Inclusive Internet Index) dari Economist Intelligence Unit, cakupan pengguna Internet di Tanah Air sebenarnya cukup luas. Sektor rumah tangga pengguna internet Indonesia mencapai 66,2%.
Angka tersebut melebihi rata-rata negara di Asia yang hanya 59,7%. Sekitar 93% dari 267 juta penduduk juga sudah mengakses layanan 4G.
Namun kecepatan internet di Indonesia hanya 14,4 Kbps, jauh di bawah rata-rata negara Asia 30,9 Kbps. Kecepatan mengunggah data juga hanya 10,9 Kbps, sementara rerata Asia 12,9 Kbps.
Oleh karena itu, kementerian mempercepat pembangunan infrastruktur digital di seluruh desa. Namun, ada tiga tantangan dalam membangun infrastruktur di daerah 3T. Pertama, kondisi geografis yang cukup menantang, karena didominasi pegunungan dan terbatasnya akses transportasi.
Selain itu, sebagian wilayah belum mendapat pasokan listrik. "Untuk membangun infrastruktur internet di pegunungan Papua, kami butuh satu pesawat helikopter bolak-balik untuk memasang menara," kata Kepala Divisi Layanan Informasi Bakti Kominfo Ade Dimijanty Sirait, pekan lalu (8/12)
Kedua, biaya mahal. Chief Teknologi Officer XL Axiata I Gede Darmayusa mengatakan, beban modal untuk membangun sarana internet per lokasi di 3T 1,3 kali lebih tinggi dibandingkan daerah lain. Biaya operasional juga dua kali lebih besar.
"Membangun akses internet di daerah terpencil upayanya ekstra dibandingkan wilayah lain," kata Gede.
Terakhir, pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan telekomunikasi 10 kali lebih rendah dibandingkan non-3T. "Penghasilannya di bawah rata-rata, setiap membangun infrastruktur di wilayah ini," katanya.