Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyiapkan opsi agar frekuensi bekas televisi analog yang beralih ke digital bisa digunakan untuk jaringan internet generasi kelima alias 5G mulai akhir 2021. Namun, Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai, Indonesia belum siap mengadopsi teknologi ini pada tahun depan.
Alasannya ada dua yakni terkait spektrum frekuensi dan fiberisasi. Ketua Bidang Infrastuktur Broadband Nasional Mastel Nonot Harsono mengatakan, belum ada spektrum frekuensi yang tersedia untuk 5G. “Ini kendala utama,” kata dia dalam acara virtual ‘Selular Digital Telco Outlook’, Selasa (15/12).
Namun, Komino tengah menyiapkan opsi agar frekuensi 700 MHz yang kini dipakai untuk televisi analog bisa digunakan 5G. Pemerintah memang menargetkan migrasi televisi analog ke digital rampung pada 2022.
Akan tetapi, pemanfaatan ruang kosong frekuensi bekas televisi analog dinilai dapat berjalan selama proses migrasi. Rencananya, ini dilakukan mulai kuartal III 2021.
Meski begitu, butuh frekuensi tingkat menengah dan atas untuk menopang layanan 5G. Oleh karena itu, Kominfo menyiapkan kandidat lain sebagaimana Tabel di bawah ini:
Lapisan | Spektrum frekuensi |
Rendah | 700/800/900 MHz |
Tengah | 1,8 / 2,1 / 2,3 / 2,6 / 3,3 / 3,5 GHz |
Atas | 26/28 GHz |
Sumber: Kominfo
Tantangan kedua yakni fiberisasi atau upaya memodernisasi jaringan dengan cara menghubungkan base transceiver station (BTS) melalui jalur fiber. Peranti pengirim sinyal gelombang mikro (microwave) diubah menjadi fiber.
Cara tersebut dinilai mampu meningkatkan kapasitas jaringan hingga lima kali lipat. “Fiberisasi harus dikebut,” kata Nonot. "Jadi 2021 dan 2022 itu sebagai tahun persiapan."
Akan tetapi, fiberisasi membutuhkan investasi yang besar. Oleh karena itu, perusahaan telekomunikasi didorong menggunakan skema berbagai infrastruktur, sebagaimana diatur dalam Undang-undang atau UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Nonot pun mendorong Kominfo untuk segera menerbitkan aturan teknis, khususnya yang terkait berbagi infrastruktur. Ini supaya operator seluler bisa dengan cepat menyusun standar operasional prosedur (SOP).
Presiden Direktur sekaligus CEO XL Axiata Dian Siswarini juga mengatakan, tantangan adopsi 5G pada tahun depan yakni belum tersedianya spektrum. "Sepertinya belum bisa menerapkan 5G pada 2021,” ujarnya.
Meski begitu, perusahaan sudah menyiapkan infrastruktur pendukung sejak 2018. "Dalam dua tahun terakhir, kami gencar gelar fiber optik untuk persiapan 5G. Kalau mendadak akan keteteran," ujarnya.
Sedangkan Wakil Direktur Utama PT Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah pernah mengatakan, ada persoalan lain yang dihadapi oleh operator dalam melakukan fiberisasi, yakni perizinan di daerah. Ia berharap, ada keseragaman dan penetapan retribusi yang terjangkau supaya perusahaan telekomunikasi bisa mempercepat fiberisasi BTS.