- Kominfo menyiapkan opsi pemanfaatan frekuensi agar 5G bisa diterapkan pada akhir 2021
- Smartfren, Telkomsel, dan Hutchison 3 Indonesia lolos seleksi lelang frekuensi 2,3 GHz yang jadi kandidat spektrum 5G
- Perusahaan telekomunikasi diperkirakan meraup Rp 116,1 triliun pada 2030 jika mengadopsi 5G
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyiapkan opsi agar jaringan internet generasi kelima alias 5G bisa diterapkan pada akhir tahun depan. Tiga perusahaan telekomunikasi telah lolos evaluasi administratif lelang pita frekuensi 2,3 GHz, yang menjadi kandidat lapisan menengah untuk 5G.
Ketiga operator seluler tersebut secara berurutan yakni Smart Telecom (Smartfren), Telekomunikasi Selular (Telkomsel), dan Hutchison 3 Indonesia. Masing-masing menawarkan Rp 144,867 miliar untuk mendapatkan frekuensi 2,3 GHz pada rentang 2360 – 2390 MHz.
“Peringkat ini berdasarkan urutan waktu tercepat pada aplikasi pencatatan waktu,” demikian dikutip dari siaran resmi Kominfo, Selasa (15/12). Sedangkan XL Axiata tidak lolos dalam seleksi tersebut.
Frekuensi 2,3 GHz merupakan salah satu kandidat lapisan menengah untuk penerapan 5G. Kandidat pada lapisan frekuensi bawah hingga atas tertera pada Tabel di bawah ini:
Lapisan | Spektrum frekuensi |
Rendah | 700/800/900 MHz |
Tengah | 1,8 / 2,1 / 2,3 / 2,6 / 3,3 / 3,5 GHz |
Atas | 26/28 GHz |
Sumber: Kominfo
Calon kuat dari ketiga lapisan tersebut yakni 700 MHz, 2,6 GHz, dan 3,5 GHz. Band 700 MHz masih digunakan untuk televisi analog. Lalu 2,6 GHz digunakan untuk BSS atau radio, sementara 3,5 GHz untuk FSS atau satelit tetap.
Dalam Undang-undang atau UU Omnibus Law Cipta Kerja, migrasi dari televisi analog ke digital atau analog switch off (ASO) ditarget rampung pada 2022. Namun, siaran simulcast atau penyiaran analog dan digital secara bersamaan sudah berjalan di tujuh provinsi.
“Ini (siaran simulcast) akan terus berkembang sampai 244 digital televisi transmitor yang siap diimplementasikan oleh TVRI di seluruh Indonesia," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Kominfo Ismail dalam acara virtual bertajuk ‘Indonesia 5G Roadmap & Digital Transformation’, dikutip dari Antara, Kamis (10/12).
Oleh karena itu, ia optimistis ruang kosong pada frekuensi 700 MHz bisa dimanfaatkan untuk 5G pada kuartal III 2021. “Kebutuhan data untuk 5G belum masif pada tahap awal. Memanfaatkan 700 MHz akan menghemat pembangunan infrastruktur," ujar dia.
Presiden Direktur sekaligus CEO XL Axiata Dian Siswarini ragu spektrum frekuensi 5G tersedia pada tahun depan. Namun, “kami sudah mempersiapkan diri sejak 2019,” kata dia dalam acara dalam acara virtual ‘Selular Digital Telco Outlook’, Selasa (15/12).
Perusahaan sudah melakukan fiberisasi dan ditarget mencapai 70% dari total base transceiver station (BTS) pada tahun ini. Fiberisasi ialah upaya memodernisasi jaringan dengan cara menghubungkan BTS melalui jalur fiber. Peranti pengirim sinyal gelombang mikro (microwave) diubah menjadi fiber.
Cara tersebut dinilai mampu meningkatkan kapasitas jaringan hingga lima kali lipat. Ini mendukung teknologi 5G yang tingkat latensi atau keterlambatan pengiriman datanya rendah. Tingkat kecepatannya tertera pada Tabel di bawah ini:
Generasi | 2G | 3G | 3G HSPA+ | 4G | 4G LTE | 5G |
Maksimal | 0,3 | 7,2 | 42 | 150 | 300* | 1-10** |
Rata-rata | 0,1 | 1,5 | 5 | 10 | 15-50 | 50 |
Sumber: Digital Trends
Catatan: dalam Mbps, (*) dalam Mbps - 1 Gbps, (**) dalam Gbps
Pada Februari 2019, XL Axiata menggandeng Huawei untuk membangun jaringan transport siap 5G tersimplifikasi. Pada Juli lalu, operator seluler bernuansa biru menggaet Ericsson untuk mengimplementasikan teknologi ini di timur Indonesia.
Dian menilai, ekosistem 5G mulai terbentuk yang terlihat dari banyaknya ponsel pintar (smartphone) penunjang. Beberapa di antaranya yakni Find X2 dan Find X2 Pro OPPO, Xiaomi Mi 10 hingga Huawei P40 Pro.
Lembaga riset Strategy Analytics mencatat, 18,7 juta unit smartphone 5G terkirim secara global selama tahun lalu. Jumlahnya diprediksi melonjak menjadi 199 juta pada tahun ini.
Selain itu, pemerintah berencana menerapkan 5G di ibu kota baru dan kawasan industri. “Sekarang masuk era 5G,” kata Dian.
Namun hal utama untuk mengadopsi 5G yakni spektrum frekuensi. Selain itu, butuh investasi besar untuk membangun infrastruktur penunjang. Kementerian mengatasi persoalan ini dengan mengatur berbagi infrastruktur, termasuk spektrum, yang tertuang pada UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Telkomsel juga sudah menyiapkan diri untuk mengadopsi 5G. Perusahaan telekomunikasi berpelat merah ini menguji coba sinyal 5G berdasarkan New Radio atau NR yang ditetapkan oleh 3rd Generation Partnership Project (3GPP).
Pada Mei lalu, anak usaha Telkom itu pun meluncurkan layanan voice over long term evolution atau VoLTE, yang memungkinkan pengguna menelepon tanpa memutus akses internet. Ini salah satu persiapan perusahaan untuk menerapkan 5G.
Telkomsel bahkan sudah menguji coba 5G dengan menggandeng Huawei pada 2017. Kemudian, perusahaan mematangkan kesiapannya dengan menggaet Huawei, Cisco, dan Ericsson pada tahun lalu.
Badan usaha milik negara (BUMN) itu juga melakukan fiberisasi. Telkomsel mengoperasikan lebih dari 209 ribu BTS per awal tahun. Sebanyak 131.499 di antaranya 3G, sementara 77.501 lainnya 4G.
“Arus utama infrastruktur yang dikejar yakni 5G,” kata Senior Manager Infrastructure, Research & Standarization Telkom Hazim Ahmadi dalam acara Indonesia Digital Conference 2020 yang digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Selasa (15/12). Perusahaan juga berfokus menjadi telekomunikasi digital dengan mengembangkan pusat data dan komputasi awan (cloud).
Sedangkan Indosat menggandeng Huawei untuk membangun jaringan transport 5G berbasis segment routing IPv6 ( SRv6) pada awal bulan lalu. Perusahaan juga menggae Cisco dalam mengembangkan arsitektur jaringan Software-defined Networking (SDN) terkonvergensi dan SRv6.
“Kerja sama itu akan mewujudkan simplifikasi jaringan dengan biaya optimal, untuk memberikan layanan on demand berkualitas tinggi dan latensi rendah yang mendukung 5G, cloud dan Internet of Things (IoT) bagi pelanggan segmen bisnis dan retail,” kata Chief Technology and Information Officer Indosat Medhat Elhusseiny dikutip dari siaran pers, November lalu (10/11).
Pada Februari lalu, Wakil Direktur Utama PT Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah mengatakan, perusahaan bakal membangun lebih banyak BTS dan fiberisasi pada tahun ini. “Kami sudah siap untuk 5G dari sisi peralatan dan jaringan," ujar dia saat konferensi pers di Jakarta, awal tahun (12/2).
Perusahaan di urutan pertama yang lolos seleksi lelang frekuensi 2,3 GHz, Smartfren juga sudah menguji coba 5G sejak tahun lalu. Operator seluler bernuansa merah ini berencana menyediakan layanan 5G untuk konsumen individu pada pertengahan tahun ini, tetapi terkendala pandemi corona. “Kami tunggu hingga Covid-19 mereda,” ujar VP Technology Relations and Special Project Smartfren Munir Syahda Prabowo saat konferensi pers secara virtual, Juni lalu (17/6).
Keuntungan Adopsi 5G Bagi Operator Seluler
Analis Trimegah Sekuritas Sebastian Tobing sudah memperkirakan Telkomsel, Smartfren, dan Hutchison 3 Indonesia lolos seleksi lelang frekuensi 2,3 GHz. Ini karena Telkomsel dan Smartfren memilik spektrum di rentang pita 2360 – 2390 MHz.
Namun, menurutnya tambahan spektrum itu baru akan dimanfaatkan untuk 4G. Meskipun pemerintah membuka tender ini agar perusahaan bisa mulai menawarkan 5G.
Alasannya ada tiga. Pertama, Telkomsel dan Smartfren akan memiliki 40 MHz spektrum, karena lolos tender. Sedangkan frekuensi yang ideal untuk 5G yakni 100 MHz dan minimal 50 MHz.
Kedua, belum ada penggunaan (usecase) 5G yang masif di Indonesia. “Kebutuhan kecepatan internet tinggi meningkat, namun layanan 4G sudah cukup setidaknya untuk video streaming,” kata Sebastian dalam laporannya.
Terakhir, ponsel 5G relatif mahal di Indonesia. Untuk Samsung misalnya, yang termurah US$ 500 atau sekitar Rp 7 juta.
Riset Ericsson bertajuk ‘Ericsson Mobility Report 2020’menunjukkan, operator seluler Indonesia bisa meraup pendapatan US$ 8,2 miliar atau Rp 116,1 triliun pada 2030, jika mengadopsi 5G. Perusahaan teknologi bisa memperoleh US$ 44,2 miliar atau Rp 625,7 triliun dari masifnya digitalisasi pada 2030.
Sebanyak 39% di antaranya atau US$ 17,7 miliar (Rp 250,6 triliun) merupakan hasil adopsi 5G. Dari jumlah tersebut, 47% atau Rp 116,1 triliun menjadi ‘jatah’ perusahaan telekomunikasi.
“Akan tetapi, hanya operator seluler yang mau melihat peluang itu yang akan mendapatkan,” ujar Head of Network Solutions Ericsson Indonesia Ronni Nurmal saat acara peluncuran ‘Ericsson Mobility Report 2020’ secara virtual, dua pekan lalu (8/12).
Studi ITB memperkirakan, penerapan 5G secara agresif dapat menambah produk domestik bruto (PDB) Rp 2.784 triliun pada 2030 dan Rp 3.549 triliun pada 2035. Nilainya sekitar 9,8% terhadap PDB nasional.
“Ini mengasumsikan bahwa semua pita frekuensi tersedia pada akhir 2021,” kata perwakilan LAPI ITB Ivan Samuels, September lalu (23/9).
Penerapan 5G juga dapat menciptakan 4,6 juta hingga 5,1 juta peluang kerja pada periode yang sama. Selain itu, meningkatkan produktivitas per kapita Rp 9 juta sampai Rp 11 juta.
“Kami estimasi, implementasi 5G yang agresif dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 3,1% di luar proyeksi pemerintah,” ujar Ivan.