Pengadilan Korea Selatan memutuskan hukuman 2,5 tahun penjara kepada ahli waris Samsung Lee Jae-yong. Ia dituduh terlibat dalam skandal korupsi yang menyeret mantan presiden Negeri Ginseng Park Geun-hye pada 2017.
Pengadilan Tinggi Seoul memutuskan Lee bersalah atas tuduhan penyuapan, penggelapan dan penyembunyian barang bukti sekitar 8,6 miliar won atau US$ 7,8 juta (Rp 110,1 miliar). Hakim Ketua Jeong Jun-yeong mengatakan, Lee sebenarnya sudah menunjukkan kemauan untuk patuh terhadap aturan manajemen perusahaan yang transparan.
"Meski, ada beberapa kekurangan. Saya berharap seiring berjalannya waktu, ini akan dievaluasi sebagai tonggak sejarah perusahaan Korea sebagai awal kepatuhan dan etika," kata Jun-yeong dikutip dari Reuters, Senin (18/1).
Lee tidak memberikan komentar apapun saat diberi kesempatan berbicara oleh hakim. Sedangkan pengacara Lee, Lee In-jae mengatakan bahwa kasus ini merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan dari mantan presiden.
Ia mengatakan, klien merasa dirugikan atas putusan tersebut. "Kami menyesalkan keputusan pengadilan," kata In-jae.
Sebelumnya, konglomerat atau chaebol Samsung itu pernah dijatuhi hukuman lima tahun penjara pada 2017 lalu. Ini karena menyuap presiden Korea Selatan Park Geun-hye. Namun, ia menyangkal tuduhan itu dan mengajukan banding.
Hukumannya pun dikurangi menjadi setahun penjara setelah banding diterima. Namun, Mahkamah Agung Korea Selatan mengembalikan kasus itu ke Pengadilan Tinggi Seoul. Alhasil, Jae-yong kembali dihukum.
Putusan tersebut membuat saham Samsung dan afiliasinya turun tajam. Pada hari ini (18/1), harga saham Samsung Electronics turun 3,4% dan menjadi penurunan harian terburuk dalam lima bulan terakhir. Sedangkan harga saham Samsung C&T turun 6,8%.
Pasca-putusan itu, Lee akan absen untuk sementara waktu dari pengambilan keputusan besar di Samsung Electronics. Pria yang akrab disapa Jae Y itu pun tidak bisa secara langsung mengawasi proses penyerahan warisan dari ayahnya, Lee Kun-hee yang meninggal dunia pada tahun lalu (25/10/2020).
Analis memperkirakan, operasional perusahaan tidak akan terpengaruh keputusan pengadilan tersebut. "Sebab, Samsung telah mengelola bisnis berdasarkan sistem. Pengambilan keputusan didistribusikan ke setiap CEO," kata CEO Chaebul.com Chung Sun-sup.
Akan tetapi, keputusan berskala besar dan jangka panjang, seperti konsolidasi perusahaan atau perubahan besar pada jajaran manajemen akan terpengaruh. Sebab, citra negatif telah menempel pada jajaran petinggi Samsung.
"Strategi jangka panjang, seperti investasi untuk masa depan dan restrukturisasi, mungkin berhenti," ujar Chung.
Sepakat dengan Chung, analis di Yuanta Lee Jae-yun juga mengatakan bahwa ketidakhadiran Lee akan memengaruhi pengambilan keputusan atas kesepakatan besar di Samsung. Ini juga bisa mengubah kinerja perusahaan yang saat ini gencar mengembangkan berbagai teknologi misalnya, cip (chipset) dan internet generasi kelima alias 5G.
Apalagi, tahun ini, Samsung menetapkan target pertumbuhan bisnis smartphone yang sempat tertekan pandemi corona. Akhir tahun lalu, sumber internal Samsung mengatakan bahwa perusahaan menargetkan penjualan 307 juta unit pada 2021.
Untuk mencapai target itu, Samsung dikabarkan berfokus meningkatkan produksi gawai model 5G dan memperkuat penjualan ponsel kelas menengah-bawah pada 2021. Perusahaan berencana memproduksi 49,8 juta gadget andalan, termasuk seri Galaxy S21 dan ponsel lipat.
Selain Samsung, beberapa vendor smartphone berencana meningkatkan produksi, terutama 5G pada 2021.
Samsung juga menggenjot bisnis infrastuktur 5G. Samsung memang hanya memiliki 3% pangsa pasar, tetapi porsinya meningkat dua kali lipat pada 2020 sejak akhir 2018.
Perusahaan pun gencar menggandeng berbagai perusahaan guna mengembangkan bisnis 5G. Samsung Electronics misalnya, mendapatkan proyek US$ 6,64 miliar atau sekitar Rp 839 miliar dari operator seluler asal AS, Verizon pada awal bulan lalu. Perusahaan akan memasok peralatan jaringan akses radio (RAN) 5G hingga 2025.
Selain itu, Samsung memenangkan kesepakatan dengan perusahaan telekomunikasi AS lainnya seperti Sprint, AT&T dan US Cellular. Lalu bekerja sama dengan KDDI Corporation di Jepang, Telus dan Videotron di Kanada dan Spark di Selandia Baru.