Pemerintah Amerika Serikat (AS) meminta Australia membatalkan usulan undang-undang yang memaksa Facebook Inc dan induk Google, Alphabet Inc membayar konten berita kepada media lokal. AS meminta otoritas Negeri Kanguru mengkaji kembali aturan ini.
Asisten perwakilan perdagangan AS Daniel Bahar dan Karl Ehlers menyarankan Australia untuk mempelajari lebih lanjut mengenai pasar industri media dan iklan. Jika dirasa perlu, “keduanya mengusulkan Australia menerapkan kode etik sukarela ketimbang memaksa,” demikian dikutip dari Reuters, Selasa (19/1).
Pemerintah Australia memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) yang memaksa perusahaan teknologi seperti Google dan Facebook membayar konten berita yang ditampilkan di platform, pada akhir tahun lalu. Ini dilakukan setelah sebelumnya otoritas Negeri Kanguru mempertimbangkan kode etik sukarela.
Setelah aturan baru itu terbit, Google hingga Facebook tunduk pada arbitrase harga wajib jika kesepakatan komersial tentang pembayaran ke perusahaan media di Australia tidak tercapai.
Namun, AS ingin Australia membatalkan usulan regulasi tersebut. “Yang jelas, ini mungkin merugikan dua perusahaan AS. Dapat mengakibatkan hal yang berbahaya," demikian isi dokumen dengan kop surat Kantor Eksekutif Presiden yang ditujukan kepada pemerintah Australia.
AS juga menilai, kebijakan tersebut dapat menimbulkan kekhawatiran sehubungan dengan kewajiban perdagangan internasional Australia.
Sedangkan Australia memperkenalkan RUU tersebut setelah melakukan penyelidikan. Hasilnya, kedua raksasa teknologi asal Negeri Paman Sam itu menguasai pasar di industri media.
Australia menilai, ‘kekuatan’ kedua perusahaan tersebut dapat mengancam demokrasi. “Pemerintah berkomitmen melanjutkan kode etik wajib yang akan mengatasi ketidakseimbangan daya tawar antara platform digital dan perusahaan media,” kata Bendahara Australia Josh Frydenberg dalam pernyataan resmi.
Kode etik wajib dipilih ketimbang sukarela berdasarkan tinjauan Ketua Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (ACCC) selama 18 bulan. Selain itu, “ada konsultasi ektensif dengan Google dan Facebook,” kata Josh.
Hasil penyelidikan ACCC menemukan bahwa untuk setiap 100 dolar Australia belanja iklan online sebanyak 53 dolar Australia masuk ke Google dan 28 dolar Australia ke Facebook. Hanya 19 dolar Australia yang masuk ke perusahaan media.
Pada Oktober 2020, Google menyiapkan US$ 1 miliar atau Rp 14 triliun untuk membayar konten berita berlisensi. Vice President of Product Management for News Google Brad Bender menyadari bahwa pendapatan kantor berita dari iklan turun selama pandemi corona. Oleh karena itu, perusahaan sepakat untuk membayar konten yang ditampilkan.
Google sudah menandatangani kesepakatan lisensi dengan sekitar 200 media di sejumlah negara seperti Jerman, Brasil, Argentina, Kanada, Inggris, Australia, India, Belgia, dan Belanda.
Beberapa perusahaan yang diajak bekerja sama yakni Der Spiegel, Stern, Die Zeit, Folha de S.Paulo, Band, Infobae, El Litoral, GZH, WAZ, dan SooToday. Google pun berencana memperluas kerja sama dengan media di negara lain.
Sedangkan pada September 2020, Facebook mengancam akan memblokir fitur berbagi berita, jika kode etik wajib Australia diterbitkan. Pemblokiran ini bakal diterapkan di platform besutan Facebook lainnya, seperti Instagram.
“Kami mengusulkan (kebijakan) versi kami, tentang sesuatu yang bisa diterapkan,” kata Kepala Kemitraan Berita Facebook Campbell Brown dikutip dari CNBC Internasional, September 2020 (1/9/2020).