Kominfo: 2.150 Hoaks Vaksin Corona, Salah Satunya Dipasang Cip Pelacak
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menemukan 2.150 hoaks mengenai vaksin Covid-19 per akhir pekan lalu (22/1). Salah satu kabar bohong yang muncul yakni terdapat alat pelacak di dalam vaksin virus corona.
Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi mengatakan, peredaran hoaks soal pandemi corona melonjak setelah program vaksinasi Covid-19 dimulai pada 13 Januari lalu. “Sejak saat itu, ada 1.372 isu hoaks virus corona,” kata dia kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (23/1).
Sedangkan secara keseluruhan, ada 2.150 isu hoaks terkait vaksin virus corona. Salah satunya, video berdurasi 2.04 menit yang menyebutkan adanya alat pelacak di vaksin Covid-19.
Video itu menampilkan cuplikan penjelasan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir soal barcode di kemasan vaksin. Konten ini diberi narasi bahwa tubuh orang yang disuntik vaksin Covid-19 akan tertanam alat pelacak.
Kominfo pun menandai informasi itu sebagai hoaks. Dikutip laman resmi Kominfo, barcode pada kemasan tersebut untuk melacak distribusi vaksin. Pelacakan itu tidak terdapat pada tubuh orang yang disuntik vaksin, melainkan pada kemasan.
Hoaks lainnya yaitu video puluhan santri yang pingsan setelah divaksin. Kementerian menandai video itu sebagai informasi yang salah.
Kominfo mengatakan, narasi pada unggahan tersebut tidak sesuai dengan video yang diunggah. Video itu menggambarkan puluhan santri pondok pesantren di kecamatan Jenggawah, Jember pingsan karena dehidrasi usai disuntik vaksin difteri pada 27 Febuari 2018 lalu.
Kabar bohong lainnya yakni pesan berupa tangkapan layar yang berisi informasi Komandan Rayon Militer (Danramil) Kebomas di Gresik meninggal akibat disuntik vaksin. Kabar itu beredar di WhatsApp.
Kominfo menandai kabar itu sebagai hoaks. Faktanya, Danramil itu meninggal dunia dengan indikasi serangan jantung dan belum pernah menjalani program vaksinasi.
Dedy mengatakan, karena banyaknya hoaks yang beredar, masyarakat mempertanyakan efikasi dan efektivitas vaksin. Mereka juga meminta penjelasan terkait cara pengembangan dan keamanan.
Sebelumnya Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, keraguan terhadap vaksin masuk dalam 10 besar ancaman terhadap kesehatan global pada 2019. Padahal, WHO menyampaikan bahwa vaksinasi bisa mencegah kematian 2-3 juta orang per tahun.
Untuk meminimalkan peredaran hoaks, kementerian berfokus meningkatkan literasi digital dan menggandeng kepolisian. "Kami mendukung upaya kepolisian menegakkan hukum terhadap pelaku, pembuat dan/atau penyebar hoaks sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Dedy.
Berdasarkan riset Katadata Insight Center (KIC) dan Kominfo, hoaks yang tersebar di masyarakat paling banyak beredar melalui media sosial. Ada 71,9% responden mengatakan bahwa Facebook merupakan media yang paling sering menyajikan isu hoaks dan berita bohong.
Disusul oleh WhatsApp, YouTube, dan portal berita online masing-masing 31,5%, 14,9%, 10,7%. Kemudian Instagram dan televisi yakni 8,1% dan 7,7%.
Riset tersebut dilakukan pada 18 hingga 31 Agustus 2020 terhadap 1.670 responden yang merupakan pengguna internet berusia 13 hingga 70 tahun. Pengambilan sampel survei menggunakan multi-stage random sampling dengan teknik home visit di area survei dengan margin of error ±2,45%.
Facebook pun melakukan upaya pencegahan penyebaran hoaks vaksin corona sejak akhir tahun lalu. Pada pembaruan kebijakan, perusahaan melarang klaim palsu tentang vaksin yang telah dibantah oleh para ahli kesehatan.
Sedangkan Google memberikan US$ 250 juta dalam bentuk hibah iklan kepada pemerintah di beberapa negara agar bisa mengumumkan layanan publik terkait vaksin itu. Selain itu, hibah hingga US$ 3 juta kepada jurnalis dan pemeriksa fakta yang menangani hoaks tentang vaksin.