Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membatalkan proses seleksi atau lelang penggunaan pita frekuensi 2,3 GHz. Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai, pembatalan ini dapat mengganggu iklaim investasi di sektor telekomunikasi.
Kominfo membuka proses lelang spektrum 2,3 GHz pada akhir tahun lalu. Peserta yang lolos seleksi yakni Smart Telecom (Smartfren), Telekomunikasi Selular (Telkomsel), dan Hutchison 3 Indonesia.
Namun, kementerian membatalkan proses lelang tersebut pada bulan ini. “Industri telekomunikasi itu heavy dan bersifat internasional. Sedikit banyak, (pembatalan) akan menimbulkan pertanyaan,” kata Heru kepada Katadata.co.id, Selasa (26/1).
Ia menilai, Kominfo perlu memberikan penjelasan rinci terkait alasan pembatalan dan kapan lelang kembali dibuka. “Jika tidak terjawab rinci, ini akan memengaruhi masuknya investor ke dalam negeri. Apalagi, soal adopsi 5G yang diperkirakan menggaet banyak investasi besar,” ujarnya.
Spektrum 2,3 GHz merupakan salah satu kandidat lapisan menengah untuk penerapan 5G. Rincian kandidat lainnya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Lapisan | Spektrum frekuensi |
Rendah | 700/800/900 MHz |
Tengah | 1,8 / 2,1 / 2,3 / 2,6 / 3,3 / 3,5 GHz |
Atas | 26/28 GHz |
Sumber: Kominfo
Heru juga menilai, Kominfo tidak secara gamblang menjelaskan alasan pembatalan lelang. Penjelasan hanya terkait kehati-hatian. “Peserta lelang bisa menggugat secara hukum,” kata dia. "Mereka dirugikan karena telah menyiapkan dokumen dan jaminan yang nilainya tidak kecil.”
Selain berpengaruh terhadap iklim investasi, Heru menilai bahwa pembatalan tersebut dapat mempersempit opsi frekuensi untuk penerapan 5G.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Presiden Direktur PT Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah. “Tetapi, kami masih menunggu arahan dari pemerintah untuk langkah-langkah selanjutnya," kata dia.
Sedangkan Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Indonesia (ATSI) Marwan O Baasir menghormati keputusan pembatalan tersebut. Namun, ia enggan berkomentar mengenai dampak kebijakan ini karena harus menganalisis terlebih dulu. "Sebaiknya kami memantau dulu," kata Marwan kepada Katadata.co.id.