- Riset Amazon menunjukkan, hanya 19% dari angkatan kerja di Indonesia yang punya keahlian digital
- Indonesia ditopang raksasa teknologi dunia untuk mengatasi defisit talenta digital
- Startup Indonesia menjadi rebutan raksasa teknologi AS dan Tiongkok
Riset Amazon Web Services (AWS) dan AlphaBeta menunjukkan, hanya 19% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia yang mempunyai keahlian di bidang digital. Padahal, Nusantara butuh 110 juta talenta digital baru untuk mendukung ekonomi pada 2025.
McKinsey dan Bank Dunia juga memperkirakan, Indonesia kekurangan sembilan juta pekerja digital hingga 2030. Ini artinya, ada kebutuhan 600 ribu pegiat digital per tahun.
Meski begitu, raksasa teknologi Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) yang berinvestasi di Indonesia rerata menyediakan program pelatihan. Bahkan, beberapa membangun pusat pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny Plate mengatakan, pemerintah memang menggaet perusahaan teknologi global untuk mengembangkan SDM digital. Kolaborasi ini mulai dari pengembangan tingkat dasar, menengah, dan atas di bidang digital.
Pada tingkat dasar, kementerian berfokus mendorong literasi digital masyarakat dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ini karena pemerintah menargetkan 30 juta dari 64 juta lebih UMKM, masuk ekosistem digital.
Untuk tingkat menengah, Kominfo menggelar Digital Talent Scholarship bagi 100 ribu peserta tahun ini. “Kami bekerja sama dengan perusahaan teknologi global, sehingga ahli yang memberikan pelatihan,” kata Johnny dalam rapat kerja virtual, Rabu (24/2).
Kementerian juga menggelar Digital Leadership Academy yang menyasar pendiri startup hingga pejabat pemerintah daerah (pemda). “Kami juga bekerja sama dengan perusahaan teknologi global dan negara mitra seperti India, Tiongkok, Singapura, dan lainnya. Ini untuk mendukung smartcity yang sedang kami kembangkan,” ujarnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun mendorong perusahaan teknologi untuk menggencarkan pelatihan. “Tidak bisa hanya pemerintah. Perguruan tinggi dan swasta perlu meningkatkan literasi digital generasi muda agar menggunakan internet dengan tanggung jawab memerangi hoaks dan meningkat produktivitas,” kata dia dalam acara Google4ID, akhir tahun lalu (18/11/2020).
Di luar program kementerian, raksasa teknologi pun gencar menggelar pelatihan di Indonesia. Yang terbaru, AWS bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait program Merdeka Belajar.
Perusahaan asal AS itu merancang konten edukasi untuk diintegrasikan ke dalam kurikulum di lima universitas di Tanah Air. “Siswa nantinya bisa memelajari dasar-dasar mengenai komputasi awan (cloud) dan teknologi terkait seperti keamanan siber, analisis data, machine learning hingga Internet of Things (IoT),” demikian dikutip dari siaran pers, Selasa (23/2).
Melalui program itu, AWS bakal menyediakan serangkaian kegiatan pelatihan yang mencakup lebih dari 80 kursus gratis dalam bahasa Indonesia, laboratorium interaktif, dan sesi pemelajaran virtual.
Selain itu, menawarkan kepada siswa, konten pembelajaran mandiri secara online mengenai jejak karier di bidang komputasi awan seperti cloud engineer, cybersecurity specialist, machine learning scientist maupun data scientist.
Program pelatihan itu hadir di saat AWS membangun pusat data (data center) di Jawa Barat, Indonesia. Fasilitas itu ditarget rampung tahun ini.
Anak usaha Amazon itu menilai, Nusantara merupakan pasar potensial karena ada banyak startup dan UMKM. “Ini potensial bagi bisnis komputasi awan," kata Head of Solutions Architect, ASEAN AWS Paul Chen dalam AWS Media Briefing ‘Prediksi Cloud dan Inovasi Teknologi Digital 2021’, tiga minggu lalu (1/2).
Namun, data Boston Consulting Group menunjukkan bahwa butuh 350 ribu tenaga kerja baru hingga 2023, apabila adopsi cloud signifikan di Indonesia. Sedangkan Bank Dunia memperkirakan, komputasi awan merupakan salah satu teknologi potensial yang masif diadopsi pada 2025.
Raksasa teknologi asal AS lainnya, Google juga melatih 12 ribu talenta digital di Indonesia sejak Juni 2020 melalui program Juara Google Cloud Platform (GCP). Selain itu, terlibat dalam Digital Talent Scholarship.
"Kami melatih hingga 1.000 orang (lewat Digital Talent Scholarship)," kata Country Director Google Cloud Indonesia Megawaty Khie pada November tahun lalu (18/11/2020).
Perusahaan asal Negeri Paman Sam itu pun menyediakan 150 ribu laboratorium untuk pelatihan terkait cloud. Ini dilakukan setelah Google meluncurkan pusat data (data center) cloud di Jakarta pada pertengahan tahun lalu (24/6/2020).
Lalu, Microsoft mengklaim telah melatih 18 juta guru dan siswa di Indonesia selama 25 tahun terakhir. Perusahaan juga berencana menggencarkan pelatihan yang berfokus pada kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Raksasa teknologi Tiongkok pun gencar memberikan pelatihan di Nusantara. Huawei misalnya, menyediakan 1000 akun Huawei Cloud E-Learning Service bagi 500 perguruan tinggi Indonesia pada bulan lalu (28/1).
Kemudian, meresmikan Huawei ASEAN Academy di area seluas dua hektare di Jakarta. Ini menjadi pusat pelatihan dan sertifikasi di bidang teknologi informasi dan komunikasi, yang diklaim terbesar dan terlengkap dibanding Huawei Academy di Asia Pasifik lainnya.
Raksasa teknologi Tiongkok itu juga bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melatih 400 lebih pegawai pada akhir tahun lalu. Ini meliputi AI, cloud, 5G, dan maha data (big data).
Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) juga menggaet Huawei untuk menerapkan AI di Nusantara pada April lalu. Ini seiring dengan upaya kementerian membuat strategi nasional AI.
Director ICT Strategy Huawei Indonesia Mohamad Rosidi mengatakan, berbagi pengetahuan terkait teknologi merupakan salah satu strategi perusahaan untuk menggarap pasar di Indonesia. “Kami menggelar road show supaya masyarakat memahami penggunaan 5G secara sesuai dan benefit-nya," kata dia saat konferensi pers virtual, bulan lalu (14/1).
Alibaba Cloud juga menggelar Digital Talent Training Program yang diikuti oleh 20 ribu peserta di Indonesia. Anak usaha Alibaba ini membuka kemitraan dengan universitas, inkubator, maupun lembaga swadaya masyarakat untuk memperbanyak talenta digital.
Startup jumbo Singapura pun gencar memberikan pelatihan di Tanah Air. Induk Shopee, Sea Group bekerja sama dengan enam universitas di Indonesia untuk menggelar program beasiswa. Mahasiswa penerima beasiswa juga berpeluang magang di Shopee, Garena, dan SeaMoney.
Lalu Grab meluncurkan pusat inovasi (tech center) di Jakarta pada November tahun lalu. Selain untuk menggaet 11 juta UMKM hingga 2025, fasilitas ini bertujuan mencetak lebih banyak talenta digital lokal.
Perusahaan global itu gencar memberikan pelatihan di Indonesia, karena pasarnya besar. Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain and Company bertajuk ‘e-Conomy SEA 2020’, nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan tumbuh 11% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 44 miliar atau Rp 619 triliun pada tahun ini.
Pada 2025, nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksikan US$ 124 miliar. Sedangkan Malaysia US$ 30 miliar.
Jumlah pengguna internet Indonesia juga 196,7 juta per kuartal II 2020, berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII). Selain itu, jumlah pengguna ponsel pintar (smartphone) di Tanah Air diperkirakan mencapai 70,1% dari total populasi.
Meski pasarnya besar, Google, Temasek dan Bain and Company menyoroti minimnya talenta digital di Indonesia. “Tenaga kerja yang ada perlu dilatih ulang dan ditingkatkan kemampuannya agar dapat memenuhi potensi penuh ekonomi digital,” kata Chief Investment Strategist and Head, South East Asia, Temasek Rohit Sipahimalani dalam siaran resminya, akhir tahun lalu (10/11/2020).