AS Incar Pajak Raksasa Teknologi yang Raih Laba Asing Rp 1.455 Triliun

Google, Facebook, Apple, Amazon
Raksasa teknologi AS
23/4/2021, 10.12 WIB

Pemerintah Amerika Serikat (AS) berencana menerbitkan proposal pemungutan pajak dari raksasa teknologi yang mendapatkan laba lebih dari US$ 100 miliar atau Rp 1.455 triliun di negara lain. Ini dinilai bisa menimbulkan pertentangan dengan big tech seperti Google, Facebook, dan Apple.

Analis kebijakan pajak di Bloomberg Intelligence Andrew Silverman mengatakan, proposal pajak itu akan ditandatangani Presiden AS Joe Biden bulan ini. Ia menduga, pajak ini bakal digunakan untuk membantu pembayaran tagihan dan rencana pengembang infrastruktur besar-besaran.

Pajak itu menyasar raksasa teknologi yang mempunyai laba besar di luar AS. Ini karena sebelumnya para big tech kerap kali menerapkan taktik pengalihan aset ke luar negeri. Mereka mengalihkan aset penghasil pendapatan ke yurisdiksi lepas pantai untuk mendapatkan pajak yang rendah.

Andre menilai, industri teknologi memang sangat mahir dalam mengalihkan laba ke lokasi yang ramah pajak. Ini karena aset utamanya berbeda dengan perusahaan konvensional.

Aset raksasa teknologi misalnya berupa kode perangkat lunak, paten, dan kekayaan intelektual lainnya. Ini bisa dengan mudah dialihkan.

Ia mengatakan, Undang-undang Pemotongan Pajak dan Pekerjaan Tahun 2017 dari mantan Presiden AS Donald Trump seharusnya bisa menindak manuver pengalihan aset tersebut. Akan tetapi, Partai Republik malah mensterilkan aturan itu dengan menambahkan pemotongan ekstra dan manfaat lainnya. 

Alhasil, Biden kemudian memperbarui regulasi dengan membuat proposal pajak baru bagi raksasa teknologi. "Proposal Biden dapat mencapai nilai pajak yang lebih tinggi dari potensi perusahaan teknologi AS yang besar," kata Andrew dikutip Bloomberg, Kamis (22/4).

Dalam proposal itu, Biden membatasi raksasa teknologi yang akan dikenakan pajak, yakni yang menghasilkan laba di atas US$ 100 miliar. 

Berdasarkan laporan keuangan kuartal terakhir 2020, ada enam perusahaan teknologi yang mempunyai laba di luar AS lebih dari US$ 100 miliar. Mereka di antaranya Apple, Microsoft, Facebook, Google, Intel, dan Amazon.

Andrew mengatakan, apabila kebijakan itu efektif diterapkan, maka akan berdampak pada renggangnya hubungan pemerintah dan raksasa teknologi. "Untuk beberapa perusahaan akan ada dampak yang sangat besar," kata dia.

Apalagi, wacana kebijakan itu muncul di saat anggota parlemen sedang meneliti tindakan penyebaran informasi yang salah di platform online. Selain itu, regulator memulai penyelidikan tindakan monopoli terhadap raksasa teknologi.

Sebelumnya, sumber yang akrab dengan kajian internal di Gedung Putih mengatakan bahwa Biden memang akan mengetatkan pengawasan pada tindakan monopoli raksasa teknologi sejak awal dilantik.

Biden juga mempertimbangkan adanya jabatan yang berfokus pada kebijakan persaingan dan antimonopoli. “Ini akan menjadi semacam peran koordinator atau orang ini bakal menjabat di Gedung Putih,” kata sumber lain, dikutip dari Reuters, Januari lalu (20/1).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan