Parlemen dan pengembang perangkat lunak (software) menuduh Google dan Apple monopoli lewat toko aplikasi. Kedua saksasa teknologi Amerika Serikat (AS) dianggap mempunyai kekuatan dan bisa menekan pengembang dengan biaya layanan yang mahal.
Google dan Apple sama-sama menuntut 30% dari setiap transaksi digital di toko aplikasi. Senat AS dari Partai Demokrat Amy Klobuchar menganggap besarannya cukup memberatkan pengembang.
"Mereka mengenakan biaya berlebihan yang memengaruhi persaingan," kata Amy dikutip dari Reuters, Kamis (22/4). Ini membuat pengembang aplikasi terpaksa menaikkan harga berlangganan bagi pengguna.
Selain itu, Amy mengatakan bahwa Apple dan Google dapat menggunakan kekuatan untuk mengutamakan produk internal ketimbang pengembang lain di toko aplikasi.
Kritik Amy terhadap Google dan Apple tersebut disampaikan dalam sidang kemarin (22/4). Parlemen memanggil kedua perusahaan dan pengembang aplikasi yang mengkritik seperti Spotify, Tile, dan Match.
Sidang kemarin terjadi sehari setelah Apple meluncurkan produk baru yakni AirTags. Ini berguna untuk melacak berbagai barang seperti kunci dan dompet melalui aplikasi Find My di perangkat Apple.
Aplikasi tersebut akan terunduh secara default atau otomatis di perangkat Apple dan tidak dapat dihapus. Padahal, ada beberapa aplikasi serupa seperti Tile.
Penasihat umum dari Tile Kirsten Daru mengatakan, Tile sudah lama menerapkan teknologi serupa dengan Apple. Namun, ia menilai bahwa Tile akan sulit bersaing dengan Find My milik Apple.
Hal itu karena Find My terunduh otomatis di perangkat Apple. "Sekali lagi, Apple mengeksploitasi kekuatan pasar dan dominasinya untuk mengatur akses pelanggan kami ke data," kata Kirsten.
Namun, Apple mengatakan bahwa AirTags dan aplikasi Find My sudah diperkenalkan sejak 2010 atau jauh sebelum Tile didirikan.
Sedangkan Spotify menuduh Apple menggunakan App Store untuk mengenakan tarif yang tidak adil. Kepala urusan global Spotify Horacio Gutierrez menggambarkan persentase biaya transaksi itu sebagai pajak Apple.
Dia juga mengatakan bahwa Apple bersaing langsung dengan Spotify melalui layanan Apple Music. Namun, Apple diuntungkan karena App Store.
Spotify dan Apple Music masih memimpin pasar layanan streaming musik secara global. Apple menguasai 19% pangsa pasar, dengan jumlah pengguna tumbuh 36% tahun lalu.
Sedangkan Spotify meraih 35% pasar. Jumlah pelanggan meningkat 23% pada periode yang sama.
Kemudian Match mengkritik monopoli Google Play Store dan App Store. "Ini kontrol monopoli tangan besi," kata Penasihat Umum Match Jared Sine.
Perwakilan Apple dan Google mengatakan kepada senator bahwa kontrol ketat perusahaan melalui berbagai persyaratan dan biaya transaksi bertujuan keamanan toko aplikasi. Itu untuk melindungi konsumen dari aplikasi dan praktik berbahaya.
Pada tahun lalu, sub-komite kehakiman parlemen di AS menyatakan bahwa Apple memiliki ‘kekuatan monopoli’ atas distribusi perangkat lunak di iPhone. Ini memungkinkan perusahaan menghasilkan keuntungan besar dari App Store dan mengekstrak sewa dari pengembang.
Komite kehakiman parlemen AS itu juga melakukan penyelidikan selama 16 bulan terhadap raksasa teknologi, termasuk Apple. Dalam laporan setebal 450 halaman ini, komite melarang perusahaan memasuki lini bisnis yang berdekatan.
Selain itu, “tidak diizinkan untuk memberikan preferensi atas layanan atau produk sendiri,” demikian isi laporan, dikutip dari CNBC Internasional, tahun lalu (7/10/2020).
Berdasarkan data Sensor Tower, pendapatan App Store naik 31% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 19 miliar pada kuartal III tahun lalu. Nilainya hampir dua kali lipat Google Play Store US$ 10,3 miliar, yang tumbuh 33,8% yoy.
Meski begitu, App Store kalah jauh dari sisi unduhan yakni hanya 8,2 miliar. Sedangkan Google Play Store mendapatkan 28,3 miliar.