Tiongkok menargetkan pengembangan teknologi internet generasi keenam atau 6G akan meluncur secara komersial pada 2030. Hal itu diketahui dari buku putih berisi panduan 6G yang dirilis oleh organisasi dari Akademi Teknologi Informasi dan Komunikasi Tiongkok (CAICT) bernama IMT 2030 6G.
"Tiongkok akan meluncurkan teknologi 6G secara komersial pada 2030," dikutip dari Gizmochina mengacu pada buku putih pengembang 6G pada Senin (7/6).
Buku putih tersebut berisi visi secara keseluruhan pengembangan 6G di Tiongkok. Menurut buku panduan tersebut, pengembangan teknologi 6G di Tiongkok akan dijalankan melalui tiga skema, yakni imersif, cerdas, dan universal. Layanan imersif yang dimaksud ialah bisa diterapkan secara luas, misalnya di bidang hiburan, perawatan medis, kesehatan, hingga produksi industri.
Terdapat pula pembahasan mengenai delapan skenario aplikasi bisnis teknologi 6G, antara lain XR Cloud, komunikasi holografik, interkoneksi sensorik, komunikasi interaktif cerdas, digital twins, dan cakupan global. Tak hanya itu, ada pula 10 potensi teknologi utama dan pandangan mengenai pengembangan 6G.
"Ini akan sangat penting dalam meningkatkan kinerja jaringan, memenuhi kebutuhan bisnis baru, dan menciptakan skenario baru untuk pengembangan sosial," kata CAICT dikutip dari Global Times, Minggu (6/6).
Pakar industri bermarga Ma mengatakan bahwa buku putih merupakan ringkasan dari penelitian dan pengembangan 6G Tiongkok saat ini. Di dalamnya, terdapat pula kekurangan dalam teknologi 5G yang ingin diperbaiki Negeri Tirai Bambu di era 6G.
Salah satu hal yang dibahas, yakni pengembangan 6G akan membantu menghadirkan pengalaman yang lebih realistis dan optimal untuk beberapa skenario aplikasi bisnis.
"Buku putih akan memperbaiki yang belum dapat beroperasi penuh selama era 5G karena kurangnya pengembangan teknologi," kata Ma.
Sebelumnya, laporan dari China National Intellectual Property Administration (CNIPA) juga menyebutkan, Negeri Tirai Bambu menguasai jumlah paten 6G secara global. Terbukti, 35% dari total 38 ribu paten 6G di dunia merupakan milik perusahaan Tiongkok. Sedangkan AS menempati posisi kedua dengan 18% paten, disusul oleh Uni Eropa.
Tiongkok juga telah meluncurkan satelit eksperimental 6G pertama di dunia tahun lalu, di Taiyuan Satellite Launch Centre, Provinsi Shanxi. Ini bertujuan membuat ultra-fast network yang 100 kali lebih cepat dibanding 5G, yang rencananya dapat digunakan pada 2030.
Peluncuran satelit 6G ke orbit itu merupakan proyek kerja sama University of Electronic Science and Technology of China (UESTC), Chengdu Guoxing Aerospace Technology, dan Beijing MinoSpace Technology.
Salah satu akademisi dari Chinese Academy of Engineering Xu Yangsheng mengatakan, proyek itu akan menggabungkan jaringan komunikasi satelit dengan yang ada di darat. “Satelit eksperimental ini menandai pertama kalinya teknologi komunikasi terahertz didiverifikasi ketika diterapkan di luar angkasa,” katanya dikutip dari Daily Mail, akhir tahun lalu (13/11/2020).
Wakil Menteri Biro Teknologi Tiongkok Wang Xi menyatakan, pihaknya juga akan bekerja sama dengan para ahli dalam merancang rencana penelitian untuk 6G. Biro Teknologi juga telah menggandeng 37 ahli telekomunikasi dari universitas, institusi, dan perusahaan untuk membentuk panel pengembangan 6G serta melakukan uji kelayakan pada jaringan.
Di saat yang sama, beberapa perusahaan telekomunikasi Tiongkok seperti Huawei, ZTE, Xiaomi, dan China Telecom memulai penelitian jaringan 6G. Bahkan, Xiaomi berencana memfokuskan sumber daya mereka pada pembuatan ponsel 5G, sembari mengembangkan 6G.
"Saat ini Tiongkok tampaknya melakukan segalanya untuk memastikan bahwa mereka tidak kehilangan pasar masa depan," kata penasihat senior European Policy Center Paul Timmers.
Upaya Tiongkok yang menargetkan 2030 peluncuran 6G secara komersial merupakan cara untuk bisa mengalahkan Amerika Serikat (AS) dalam teknologi 6G. Sedangkan AS juga tak ingin kalah dengan Tiongkok.
Tak Mau Kalah, AS Kembangkan 6G
AS telah mengkaji pengembangan 6G sejak 2019. Saat itu, mantan Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa Negeri Paman Sam bakal mengadopsi 6G sesegera mungkin.
Pengembang standar telekomunikasi AS atau Alliance for Telecommunications Industry Solutions (ATIS) juga telah meluncurkan Next G Alliance terkait 6G. Raksasa teknologi seperti Apple Inc, AT&T Inc, Qualcomm Inc, Google, dan Samsung Electronics Co masuk dalam aliansi ini.
Selain mengembangkan 6G, AS menekan industri 5G Tiongkok. Caranya, dengan memblokir layanan 5G Huawei dan mendorong negara-negara di Eropa untuk melakukan hal serupa.
Direktur industri teknologi informasi dan komunikasi Frost and Sullivan di AS Vikrant Gandhi mengatakan, kedua negara berlomba-lomba mengembangkan dan mematenkan 6G karena potensinya besar. Teknologi ini juga diprediksi menguasai revolusi industri berikutnya. "Kemungkinan persaingan untuk kepemimpinan 6G akan lebih sengit daripada 5G," kata Gandhi dikutip dari The Star, Februari lalu (14/2).
Tidak hanya kedua negara itu, Korea Selatan juga merupakan negara yang serius mengembangkan teknologi 6G. Mereka siap menginvestasikan US$ 169 juta atau setara dengan Rp 2,4 triluin selama periode 2021 dan 2026.
Rencananya, teknologi 6G asal Korea Selatan memiliki kecepatan transmisi data hingga satu terabyte per detik. Teknologi tersebut memiliki kecepatan lima kali lebih cepat dibanding layanan 5G.
Finlandia yang telah menerapkan teknologi 5G juga sedang mengembangkan penelitian jaringan 6G. Proyek tersebut dipimpin oleh University of Oulu dan berkolaborasi dengan perusahaan internasional.
Melansir dari Business Finland, program 6G Flagship memiliki anggaran sebesar 251 juta euro atau senilai dengan Rp 3,6 triliun selama periode 2018-2026. Sebagian dana tersebut dibiayai oleh Academy of Finland dan dioperasikan bersama dengan Nokia, VTT Technical Research Centre of Finland, Aalto University, BusinessOulu, and Oulu University of Applied Sciences.
Teknologi 6G diperebutkan oleh beberapa negara karena memiliki kecepatan 100 kali lebih cepat dibandingkan 5G. Kemampuan unduh mencapai satu terabyte per sekon (Tbps) atau sekitar 142 jam film dalam sedetik.
Gelombang sinyal 6G menempati pita spektrum 300GHz hingga 3 terahertz. Frekuensi itu lebih tinggi ketimbang 5G yang berada di antara 30-300GHz. Sedangkan kecepatan berbanding lurus dengan spektrum frekuensi.
Selain itu, 6G menjanjikan latensi yang jauh lebih rendah yakni 0,1 milidetik. Sedangkan tingkat keterlambatan pengiriman data 5G sekitar satu milidetik.
Dengan kemampuan itu, negara yang mengadopsi 5G atau 6G bisa menghadirkan berbagai teknologi baru seperti hologram, augmented reality (AR), atau virtual reality (VR).