Huawei gencar merekrut tenaga ahli di bidang cip (chipset) hingga kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI). Ini dilakukan ketika Huawei tertekan sanksi Amerika Serikat (AS).

Di situs dan akun resmi LinkedIn Huawei, terdapat ratusan posisi lowongan pekerjaan. Talenta digital yang dterpilih bakal ditempatkan di Eropa hingga Kanada.

Posisi yang dibuka yakni ahli algoritme, AI, rekayasa kendaraan otonom alias autonomous vehicles, infrastruktur perangkat lunak (software), pengembangan cip, dan komputasi kuantum.

“Ini area baru yang sedang naik daun. Huawei tidak dapat hanya mengandalkan talenta lokal tetapi juga membutuhkan talenta internasional untuk merangsang kemajuan teknologi," kata analis rantai pasok teknologi di Taiwan Institute of Economic Research Chiu Shih-fang, dikutip dari Nikkei Asia Review, Minggu (4/7).

Selain merekrut raturan tenaga kerja, Huawei akan mendanai program penelitian universitas internasional untuk menarik talenta digital.

Huawei juga mengembangkan pusat penelitian di beberapa negara di Eropa dan Kanada untuk memfasilitasi talenta digital. Di Munich, Jerman misalnya, Huawei merekrut beberapa tim pengembangan untuk cip nirkabel dan cip otomotif.

Raksasa teknologi itu mengembangkan laboratorium komputasi optik dan kuantum di Munich.

Di Turki, Huawei membangun pusat penelitian. Ini akan menampung 40 orang di bidang pengembangan software. Teknologi ini menjadi prioritas bagi Huawei untuk membangun sistem operasi mandiri yakni HarmonyOS, sebagai pengganti Android dari Google.

Di Kanada, Finlandia, Swedia, dan Rusia, beberapa pengembangan AI telah digelar. Perusahaan juga mencari ilmuwan untuk basis penelitian dasar di Zurich, Swiss.

Pendiri Huawei Ren Zhengfei sebelumnya mengatakan akan mempekerjakan setidaknya 8.000 lulusan baru tahun ini. Selain itu, meningkatkan pengeluaran pada penelitian.

“Pada 2021 dan 2022 akan menjadi dua tahun paling kritis dan menantang bagi Huawei untuk mencari kelangsungan hidup dan pengembangan strategis. Bakat yakni kunci yang paling penting,” kata Ren.

Perekrutan talenta digital besar-besaran dilakukan setelah Huawei masuk daftar hitam (blacklist) perdagangan AS sejak Mei 2019. Pemerintah Negeri Paman Sam melarang korporasi bekerja sama dengan Huawei, tanpa izin.

Alhasil, Google tidak dapat bermitra dengan Huawei. Perangkat Huawei pun tidak didukung sistem operasi atau operating system (OS) Android maupun Google Mobile Services (GMS) seperti Gmail, YouTube, dan lainnya.

Di bawah pemerintahan Joe Biden pun AS masih berfokus pada isu keamanan. "Huawei masih dituduh oleh pejabat AS sebagai risiko keamanan nasional karena dugaan hubungannya dengan militer dan badan keamanan Tiongkok," dikutip dari Gizmochina, pada Juni (14/6).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan