Target penerbitan Undang-undang atau UU Pelindungan Data Pribadi terus mundur, karena beberapa faktor. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun berfokus menyiapkan tata kelola RUU PDP dan mengedukasi masyarakat terkait keamanan data pribadi.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, RUU Pelindungan Data Pribadi masih dibahas. "Apabila tidak ada aral melintang, RUU PDP diundangkan tahun ini," katanya dalam acara Cyber Intelligence Forum Indonesia, Kamis (12/8).
Pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi mengalami kebuntuan atau deadlock. Ini karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ingin pembentukan lembaga independen yang mengawasi pelanggaran data pribadi di bawah naungan presiden. Sedangkan Kominfo bersikeras menempatkan otoritas ini di bawah kementerian.
Target penerbitan UU Pelindungan Data Pribadi pun terus mundur dari target. Padahal draf regulasi ini dibahas sejak 2012.
Sembari menunggu pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi rampung, Kominfo menerapkan setidaknya dua cara. "Kami menyiapkan tata kelola RUU PDP," kata Semuel.
Selain itu, berfokus mengedukasi masyarakat sebagai subjek data pribadi. "Ini supaya industri bisa menjaga data konsumen dan digunakan sesuai peraturan," ujar Semuel.
Kementerian pun menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) terkait keamanan data pribadi. "Untuk penyiapan SDM, kami bekerja sama dengan ekosistem digital," ujarnya.
Sedangkan Chairman Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) Sarwoto Atmosutarno mengatakan, aspek hukum menjadi pilar penting dalam keamanan siber suatu negara. "Harus diperhatikan apakah hukum dan regulasi sudah tersedia, seperti UU keamanan siber, UU Pelindungan Data Pribadi, dan lainnya," katanya.
Pilar lain yang mesti diperhatikan yakni terkait dengan teknis, organisasi, SDM, dan kerja sama.
Menurut Sarwoto, lima pilar itu perlu diperhatikan untuk mendongkrak kinerja keamanan siber. Berdasarkan data Global Cybersecurity Index dari International Telecommunication Union (ITU), Indonesia berada di posisi ke-24 dari sisi kualitas keamanan siber.
Posisi Nusantara di bawah Malaysia dan Singapura. "Dalam mengelola keamanan siber, maka Indonesia perlu berkomitmen pada lima pilar itu," ujar Sarwoto.
Indonesia pun menghadapi berbagai kasus pelanggaran data pribadi. Beberapa waktu lalu, data nasabah perusahaan asuransi, BRI Life diduga bocor dan dijual secara online.
Pada Juni, 279 juta data peserta BPJS Kesehatan diduga bocor. Tahun lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga melaporkan dugaan kebocoran data jutaan daftar pemilih tetap (DPT).