Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden didesak untuk memblokir TikTok. Ini karena saham induk TikTok, ByteDance dibeli oleh pemerintah Cina.
Pemerintah Cina mengakuisisi 1% saham di induk TikTok. Selain itu, menduduki satu dari tiga kursi di dewan direksi ByteDance.
Senator Republik Marco Rubio mendesak Joe Biden untuk memblokir aplikasi video pendek itu di Amerika. "Agresivitas Beijing memperjelas bahwa rezim melihat TikTok sebagai perpanjangan dari negara dan partai (komunis Tiongkok) dan AS perlu memperlakukannya seperti itu," kata dia dalam pernyataan dikutip dari Reuters, Rabu (18/8).
Ia juga menilai, Biden perlu menetapkan kerangka standar yang harus dipenuhi sebelum aplikasi berbasis asing diizinkan beroperasi di jaringan dan perangkat telekomunikasi di Amerika. Ini khususnya untuk platform yang dianggap berisiko tinggi.
Apalagi pengguna TikTok di AS merupakan yang tersebar kedua, sebagaimana Databoks berikut:
Departemen Perdagangan AS pun melakukan peninjauan, atas perintah Biden tentang masalah keamanan yang ditimbulkan oleh TikTok dan aplikasi berbasis asing lainnya. Namun, perwakilan departemen enggan berkomentar mengenai permintaan Rubio.
Sedangkan TikTok menyampaikan bahwa perusahaan dipimpin oleh tim eksekutif di AS dan Singapura. “Anak usaha ByteDance Ltd. yang berbasis di Cina, yang dirujuk, tidak memiliki kepemilikan TikTok,” kata perusahaan.
Selain TikTok, ByteDance memegang beberapa lisensi aplikasi seperti TikTok, Douyin, TikTok dan agregator berita Toutiao. Raksasa teknologi asal Tiongkok ini menjual 1% saham ke WangTouZhongWen Technology pada 30 April.
WangTouZhongWen Technology dimiliki oleh tiga entitas negara Cina. Salah satunya, pengawas internet utama di Negeri Panda, Cyberspace Administration of China (CAC).
Perwakilan ByteDance mengatakan Beijing ByteDance Technology hanya berhubungan dengan beberapa platform video dan informasi di pasar Cina. “Memegang beberapa lisensi yang mereka perlukan untuk beroperasi di bawah hukum setempat,” katanya.
Sedangkan juru bicara TikTok Hilary McQuaide enggan mengomentari penjualan saham ByteDance. “Ini khusus untuk platform pasar China ByteDance dan tidak relevan terhadap TikTok,” kata dia kepada The Washington Post.
Sebelumnya, mantan presiden AS Donald Trump berusaha melarang TikTok melalui perintah eksekutif pada 2020. Saat itu, ia mengatakan bahwa larangan ini bertujuan melindungi keamanan nasional dan mencegah pemerintah Cina mengeksploitasi aplikasi untuk mengumpulkan data pengguna atau menyebarkan propaganda.
Pada Juni, Presiden Joe Biden mencabut perintah itu. Ia menggantinya dengan proses untuk meneliti apakah aplikasi yang dikendalikan oleh musuh asing menimbulkan risiko bagi keamanan nasional atau terhadap data pribadi sensitif warga Amerika.
Saat itu, pejabat senior administrasi Biden mengatakan bahwa mereka tetap khawatir tentang risiko yang ditimbulkan oleh aplikasi yang dimiliki oleh perusahaan Cina. Namun ingin membangun proses yang lebih kuat untuk meninjaunya.
Mereka mencatat bahwa perintah larangan administrasi Trump menghadapi beberapa tantangan pengadilan. Ini menyebabkan hakim memblokir sementara perintah larangan tersebut.
Meski begitu, Direktur Pusat Kebijakan Sains dan Teknologi Universitas Duke Matt Perault mengatakan, dia tidak berpikir bahwa akuisisi saham anak usaha ByteDance oleh pemerintah Cina harus mengubah penilaian keamanan nasional AS tentang TikTok.
Namun dia mengakui bahwa pejabat Partai Republik dan Demokrat menyatakan keprihatinan tentang TikTok. “Pengawasan dan skeptisisme tentang perusahaan-perusahaan Cina yang beroperasi di AS adalah masalah bipartisan. Kedua pihak tampaknya berupaya untuk menunjukkan siapa yang dapat mengambil sikap lebih keras terhadap Cina,” katanya.
“Atmosfer di sekitar masalah ini lebih banyak tentang risiko potensial dan lebih sedikit tentang risiko aktual yang ditunjukkan,” ujar Perault.