Facebook sempat disebut ‘pembunuh’ oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden karena dianggap membiarkan hoaks terkait vaksin Covid-19. Perusahaan media sosial ini mengungkapkan bahwa konten berupa video kucing lebih populer, bahkan ketimbang politik.
Induk WhatsApp itu melakukan riset dari sisi unggahan, halaman, tautan, dan domain publik yang paling banyak dilihat oleh pengguna di AS pada kuartal II. Facebook kemudian membuat peringkat terhadap konten-konten tersebut.
Dari sisi News Feed, konten yang paling banyak dibaca yakni tentang alumni Green Bay Packers, yang dilihat 87,2 juta kali. Posisi kedua ditempati oleh brand AS dan ketiga UNICEF terkait Covid-19 di India.
Video dua kucing berjalan sambil menautkan ekor di tengah jalan bersalju menempati peringkat ketujuh, dengan 49,1 juta kali dilihat. Sedangkan tautan ke situs Epoch Times diakses 44,2 juta kali.
Epoch Times merupakan situs yang terkenal menyebarkan konspirasi pro-Trump dan disinformasi lainnya. “Konten yang mendapatkan keterlibatan paling banyak belum tentu paling banyak dilihat orang," kata direktur manajemen produk Facebook Anna Stepanov dikutip dari NPR, Kamis (19/8). NPR merupakan media yang didukung oleh perusahaan.
Dari sisi domain, lima teratas yakni YouTube, Amazon, UNICEF, GoFundMe, dan Twitter. UNICEF masuk lima besar karena dipromosikan oleh Facebook dalam rangka memperkuat informasi terkait virus corona.
Laman UNICEF di Facebook juga menempati urutan pertama dari sisi halaman yang banyak diakses pada kuartal II. Diikuti oleh halaman resep bernama Kitchen Fun With My 3 Sons dan penerbit Sassy Media, Dodo, serta LADBible Inggris.
Anna menyampaikan, laporan itu hanya berdasarkan pada unggahan pengguna dan dapat dilihat oleh siapa saja. Konten yang dikaji bukan yang bersifat pribadi.
“Perusahaan berencana memperluas (laporan) ke bahasa lain dan jenis konten lain,” kata dia.
Sebelumnya, Biden menyebut bahwa platform media sosial ‘membunuh’ banyak orang karena membiarkan hoaks terkait vaksin Covid-19. “Mereka membunuh orang,” kata Biden kepada wartawan saat ditanya tentang maraknya hoaks, dikutip dari Reuters, pertengahan bulan lalu (17/7).
Twitter dan YouTube tidak menanggapi permintaan komentar terkait hal itu.
Sedangkan sekretaris Gedung Putih bagian pers Jen Psaki menyebutkan, ada 12 orang yang bertanggung jawab atas hampir 65% misinformasi anti-vaksin di platform media sosial. Temuan ini dilaporkan pada Mei oleh Center for Countering Digital Hate yang berbasis di Washington dan London, tetapi Facebook membantah metodologi tersebut.
Psaki mengatakan, pemerintahan Biden secara rutin berkomunikasi dengan Facebook dan menandai unggahan yang bermasalah.
Tiga hari kemudian, Joe Biden mengoreksi kata-katanya. "Facebook tidak membunuh orang, melainkan 12 orang ini (yang menyebarkan hoaks) memberikan informasi yang salah," kata dia dikutip dari The Verge, bulan lalu (20/7).