PeduliLindungi Diarahkan Jadi Dompet Digital, Waspadai Kebocoran Data

ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/hp
Wisatawan melakukan scan QR Code sertifikat vaksin COVID-19 melalui aplikasi PeduliLindungi saat hari pertama uji coba pembukaan Daya Tarik Wisata (DTW) Uluwatu, Badung, Bali, Senin (13/9/2021). Objek wisata yang baru dibuka pada Senin (13/9) tersebut menerapkan protokol kesehatan dan menggunakan aplikasi PeduliLindungi saat memasuki kawasan wisata itu untuk mencegah penyebaran COVID-19 sekaligus mengantisipasi terjadinya klaster baru. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/hp
26/9/2021, 15.37 WIB

Pemerintah perlu memastikan sistem keamanan PeduliLindungi, sebelum mendorong aplikasi tersebut sebagai dompet digital. Peneliti ekonomi senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy tidak menampik bahwa PeduliLindungi mampu meraih keuntungan besar jika diintegrasikan sebagai aplikasi dompet digital.

Tapi, dia mengingatkan pemerintah agar membenahi masalah keamanan data terlebih dahulu, menyusul kebocoran data akhir-akhir ini. Sejumlah data masyarakat Indonesia selama satu tahun terakhir berhasil diakses pihak tidak bertanggung jawab, termasuk pada aplikasi PeduliLindungi.

Di samping itu, masih terdapat beberapa kelompok masyarakat yang belum memahami sistem pembayaran nontunai, beserta risikonya. "Memang risiko dan masalah keamanan data ini masih harus dibenahi terlebih dahulu," ujar Yusuf seperti dikutip Antara, Minggu (26/9).

Sebelumnya, Menko Luhut menginginkan aplikasi PeduliLindungi yang dikembangkan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) menjadi alat pembayaran digital, karena Indonesia telah berhasil menggarap QRIS yang digagas Bank Indonesia (BI).

Menko menilai, pemanfaatan PeduliLindungi sebagai sistem pembayaran merupakan dukungan untuk meningkatkan inklusi keuangan digital. Itu termasuk untuk memperluas pasar produk-produk lokal, seperti UMKM, sehingga pasar digital Tanah Air lebih siap dan berdaya saing baik dari sisi hulu maupun hilir. 

"Potensinya cukup luas, karena Indonesia diproyeksikan sebagai salah satu negara ekonomi digital terbesar dalam beberapa tahun ke depan. Jadi, penggunaan mata uang digital pembayaran non-cash akan semakin banyak diminati oleh masyarakat," kataYusuf

Yusuf menyebut pembayaran nontunai sudah menjadi pilihan masyarakat. Kondisi tersebut seiring dampak pandemi Covid-19, di mana banyak orang mulai menghindari pembayaran secara tunai lantaran berpotensi menjadi sumber penyebaran virus corona.

Selain itu, perkembangan sistem pembayaran nontunai pada e-commerce turut memudahkan masyarakat. Alhasil, kondisi tersebut turut mendorong masifnya penggunaan pembayaran digital.

"Data terakhir menunjukkan nilai transaksi pembayaran non-cash mencapai sekitar Rp 160 triliun pada 2020, sementara volume transaksinya mencapai 12 miliar. Jadi, memang kenaikannya itu cukup signifikan," ujarnya.

Melihat potensi itu, Yusuf menilai wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan ingin menjadikan PeduliLindungi sebagai alat pembayaran digital.

Selain itu, Yusuf menilai penggunaan PeduliLindungi sebagai alat pembayaran digital tidak mempengaruhi minat masyarakat untuk melakukan vaksinasi. Masyarakat akan lebih terdorong melakukan vaksinasi jika diberikan insentif. 

Untuk itu, dia menyarankan pemerintah untuk lebih gencar melakukan sosialisasi vaksinasi Covid-19 dan memastikan distribusi vaksin hingga ke pelosok daerah. "Tidak kalah penting bagaimana distribusi vaksin, karena bisa saja kesediaan masyarakat untuk vaksinasi itu tinggi tapi terganjal distribusi," kata Yusuf.

Di sisi lain, pemerintah juga berencana mengembangkan aplikasi PeduliLindungi agar terkoneksi dengan aplikasi serupa di luar negeri. Ahli teknologi informasi (IT) meminta agar integrasi ini memperhatikan standar keamanan data internasional.

Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya mengatakan, setiap negara umumnya memiliki aplikasi pelacakan kontak atau tracing terkait Covid-19 masing-masing, seperti PeduliLindungi.
Ketika aplikasi tracing itu saling terhubung, maka sifatnya meminta informasi dari pengguna bersangkutan. Ini diperlukan untuk mengetahui riwayat pengguna.

Meski begitu, menurutnya pengembang aplikasi harus memperhatikan beberapa hal. Salah satunya, “memastikan informasi yang diberikan memenuhi standar privasi internasional," kata Alfons kepada Katadata.co.id, Selasa (21/9).

Ia pun menyarankan pemerintah mengikuti standar aplikasi yang disediakan oleh toko aplikasi seperti Google Play Store dan Apple App Store. Menurutnya, kedua perusahaan ini menyediakan antarmuka pemrograman aplikasi atau API yang sangat memperhatikan privasi.

Hal lain yang harus diperhatikan yakni informasi yang terhubung tidak boleh mengandung data pribadi pengguna. Apalagi sifatnya hanya pelacakan kontak.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan, Antara