Huawei mengubah pusat penelitian di Amerika Utara menjadi sentral perekrutan tenaga ahli asing. Ini dilakukan saat pendapatan anjlok hampir 30% setelah dua tahun diblokir oleh Amerika Serikat (AS).
Dalam memo internal, pendiri Huawei Ren Zhengfei mengatakan bahwa perusahaan harus merekrut lebih banyak tenaga ahli asing. Selain itu, “mengubah pusat penelitian dan pengembangan (R&D) Amerika Utara menjadi tempat rekrutmen,” demikian isi tangkapan layar (screenshot) memo yang beredar di media sosial, dikutip dari Global Times, Jumat (1/10).
Memo tersebut tertanggal 21 Agustus. Dalam dokumen internal ini, Ren menyampaikan bahwa pengubahan pusat penelitian itu merupakan langkah penting di tengah tekanan AS.
Pusat penelitian dan pengembangan di Amerika Utara itu awalnya berlokasi di AS. Huawei memindahkan fasilitas ini ke Kanada pada Desember 2019.
Global Times melaporkan, memo tersebut bocor dan beredar di media sosial sebelum putri Ren yakni Meng Wanzhou bebas dari penjara di Kanada.
Dalam memo internal, Ren menekankan bahwa Huawei akan menarik tenaga ahli terampil dari seluruh dunia. “Ini untuk kelangsungan hidup dan pengembangan strategis perusahaan,” demikian isi memo.
Ren juga mendesak tim Huawei untuk membangun ikatan dengan tenaga ahli asing supaya mau bekerja di Cina. Perusahaan asal Tiongkok ini juga mendukung mahasiswa doktoral di Eropa dan AS melakukan penelitian di Negeri Tirai Bambu.
Sebelumnya, South China Morning Post (SCMP) melaporkan bahwa Ren menggelar pertemuan internal dengan para peneliti dan karyawan lain pada Agustus. “Perusahaan kami berada dalam periode kritis kelangsungan hidup dan pengembangan strategis. Jadi kami harus memiliki bakat yang dibutuhkan jika ingin maju,” kata dia, saat itu.
Bisnis jaringan internet generasi kelima alias 5G tertekan sanksi AS. Beberapa negara di Eropa pun memutuskan untuk tak menggunakan solusi 5G dari Huawei.
Sanksi AS tersebut juga membuat bisnis ponsel pintar (smartphone) Huawei tertekan. Ini karena raksasa teknologi Cina itu tak bisa bekerja sama dengan perusahaan AS, termasuk Google.
Alhasil gawai Huawei tak lagi didukung sistem operasi atau operating system (OS) Android maupun Layanan Seluler Google (GMS) seperti Gmail, YouTube, dan lainnya sejak Agustus tahun lalu.
Pendapatan Huawei memang turun 29,4% menjadi 320,4 miliar yuan atau sekitar Rp 712,6 triliun pada paruh pertama tahun ini. Penurunan paling besar terjadi di lini bisnis konsumen yang mencakup ponsel, yakni anjlok 47% menjadi 135,7 miliar yuan.
Huawei pun mengembangkan OS sendiri yakni HarmonyOS. OS ini terus diperbarui. Versi stabil HarmonyOS bahkan sudah digunakan di hampir 100 juta perangkat.
Produsen ponsel asal Cina itu juga membangun Huawei Mobile Services (HMS) sebagai pengganti GMS.
Huawei juga mengembangkan layanan komputasi awna (cloud), teknologi peternakan hingga mobil otonom. Selain itu, mengembangkan 6G.
“Kami meneliti 6G sebagai tindakan pencegahan, untuk merebut bagian terdepan terkait paten. Ini untuk memastikan bahwa ketika 6G suatu hari nanti benar-benar mulai digunakan, kami tidak akan bergantung pada orang lain,” ujar Ren.
Seiring dengan beragam pengembangan ini, perusahaan gencar merekrut tenaga ahli asing. “Rekrut orang-orang yang lebih mampu dari kita,” kata Ren kepada para peneliti dan karyawan.
Raksasa teknologi Cina itu menawarkan gaji lebih tinggi dibandingkan harga pasar kepada tenaga ahli asing. “Ini diperlukan untuk menarik talenta terbaik,” ujar Ren.
Namun ia menegaskan bahwa perusahaan tidak mengubah kebijakan tentang distribusi gaji dan bonus, serta kenaikan jabatan dan pembagian saham. Ini sekalipun bisnis terkena dampak sanksi AS dalam dua tahun terakhir.
Huawei yang berbasis di Shenzhen memiliki 197 ribu karyawan di seluruh dunia, menurut laporan tahunan 2020.
Raksasa teknologi Cina itu sebenarnya masif menggencarkan penelitian tentang kendaraan sejak 2014.Tahun ini, Huawei membentuk tim pengembangan beranggotakan 5.000 orang dan mengeluarkan investasi US$ 1 miliar.
“Mereka memfokuskan kembali tim di pusat penelitian di Eropa. Di masa lalu, itu terkait 3G dan 4G. Sekarang mereka berfokus pada ini (sistem bantuan pengemudi canggih),” kata kepala eksekutif dan presiden Yole Jean-Christophe Eloy dikutip dari Financial Post. Yole merupakan perusahaan riset dan konsultan teknologi Prancis.
Tahun lalu, Huawei juga menginvestasikan US$ 22 miliar untuk penelitian dan pengembangan. Nilainya hampir 16% dari pendapatan.
Penggerak di balik fokus pada penelitian itu yakni dorongan untuk tidak terlalu bergantung pada teknologi asing. Ini sekaligus meletakkan dasar untuk menumbuhkan royalti kekayaan intelektual.
Saat ini, Huawei menjadi salah satu pemilik paten 5G paling signifikan. Rinciannya sebagai berikut: