Kolaborasi Bersama untuk Berantas Pinjaman Online Ilegal

Katadata
Penulis: Anshar Dwi Wibowo - Tim Publikasi Katadata
12/10/2021, 12.14 WIB

Keberadaan jasa pinjaman online (pinjol) ilegal telah menelan banyak korban. Saat melakukan konferensi pers pada Agustus 2021, Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan ada 7.128 pengaduan masyarakat terkait pinjol ilegal.

Kasusnya pun beragam dari tidak mampu mengembalikan pinjaman karena terhimpit oleh bunga yang tidak rasional, hingga menerima dana pinjaman ke rekeningnya padahal tidak pernah mengajukan sama sekali.

Pada akhirnya, pinjol ilegal menciptakan momok menakutkan dan kerugian bagi masyarakat. Selain bunga dan tenor pinjaman yang dianggap tidak transparan, korban pinjol ilegal harus menghadapi ancaman dan intimidasi apabila tidak mampu membayar tagihan tepat waktu.

Alhasil, industri pinjol secara keseluruhan di Indonesia ikut tercoreng, dan berimbas pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap layanan ini. Padahal, inovasi teknologi keuangan dapat membuka akses kepada segmen unbanked dan underbanked.

Segmen unbanked merujuk pada masyarakat yang belum menggunakan jasa lembaga perbankan. Sedangkan segmen underbanked atau masyarakat yang sudah punya akses layanan keuangan tapi sangat sederhana. Misalnya, hanya memiliki tabungan.

Pinjaman online dapat memfasilitasi segmen tersebut. Masyarakat lebih memilih pinjol karena prosesnya sangat cepat dibandingkan dengan pinjaman konvensional. Dalam artian, masyarakat tidak dihadapkan pada sejumlah persyaratan yang biasanya ditemui pada institusi atau lembaga keuangan, seperti bank.

Jauh sebelum ada pinjol, masyarakat pun menggunakan pegadaian sebagai alternatif lain memperoleh dana. Alasan lainnya adalah tak banyak orang Indonesia yang punya kartu kredit. Bank Indonesia mencatat, jumlah kartu kredit beredar di Februari 2019 hanya 17,61 juta kartu.

Namun, dengan segala kemudahan yang ditawarkan, tentu saja pinjol memiliki kekurangan. Misalnya, sebagian besar pinjaman online menerapkan sistem bunga harian hingga 0,8 persen per hari. Plafon pinjaman juga dibatasi di angka belasan juta untuk menekan risiko gagal bayar. Maksimal tenor pelunasan pun lebih singkat, yakni enam bulan.

Edukasi dan tindakan tegas

Ketua SWI Tongam Lumban Tobing mengatakan, keberadaan pinjol masih akan dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia di masa depan. Hal demikian dilihat dari besarnya kebutuhan pendanaan masyarakat di Tanah Air yang tidak bisa dipenuhi dari sektor keuangan formal.

“Dengan sebanyak 64,8 juta nasabah pinjol, data ini menunjukkan bahwa ada permintaan besar masyarakat yang selama ini tak dapat dilayani sektor keuangan formal,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu, untuk menekan kemunculan pinjol ilegal, pemerintah dan para pemangku kepentingan (stakeholder) telah berupaya melakukan edukasi pinjaman online kepada masyarakat. Selain upaya edukasi, sejak 2018 hingga Juni 2021, SWI sudah memblokir 3.365 dan menghentikan operasional perusahaan pinjol ilegal.

Kendati demikian, eksistensi pinjol-pinjol ilegal ini tidak mungkin akan hilang begitu saja. Pasti selalu ada celah bagi pelaku menciptakan platform ilegal baru. Pemerintah menyatakan bahwa memutus akses operasional pinjol ilegal merupakan suatu tantangan tersendiri karena mayoritas servernya berada di luar negeri.

Menurut catatan Tongam, hanya 22 persen perusahaan pinjol ilegal di Indonesia, selebihnya ada di Amerika Serikat, Singapura, Tiongkok, Malaysia, dan Hong Kong.

Salah satu langkah nyata yang dilakukan pemerintah adalah penandatanganan pernyataan bersama terkait pemberantasan pinjol ilegal. Gerakan ini diikuti oleh OJK, Bank Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Koperasi dan UKM, dan Kepolisian RI.

Menkominfo Johnny G. Plate mengatakan, pihaknya akan terus mengajak kementerian dan lembaga terkait serta para stakeholder dari sektor swasta untuk memberantas aktivitas pinjol ilegal dan memperkuat perlindungan konsumen Indonesia.

“Kemajuan fintech di sektor P2P patut diapresiasi karena ini merupakan suatu hal yang membanggakan. Namun, kita perlu berhati-hati dengan keberadaannya. Kami berupaya mewujudkan ekosistem pinjol yang kondusif dan aman agar dapat mendorong perekonomian nasional,” katanya.

Setiap kementerian dan lembaga memiliki peran dan tugas sesuai kewenangannya. Sebagai contoh, OJK berhak untuk memblokir rekening pinjol ilegal dan melarang industri jasa keuangan agar tidak memfasilitasi pinjol ilegal.

Kemenkominfo memiliki kewenangan untuk melakukan cyber patrol, memblokir rutin situs dan aplikasi pinjol ilegal, menyebarkan pesan waspada lewat SMS, dan edukasi perlindungan data dan literasi digital juga finansial kepada masyarakat.

Adapun untuk calon pengguna dianjurkan berperan aktif mengecek legalitas perusahaan pemberi pinjaman di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menghindari penawaran pinjaman online melalui SMS/WA, hingga memastikan identitas perusahaan pemberi pinjaman.

Jangan pula tergiur dengan iklan yang mencolok. Perlu diperhatikan dengan seksama, sebab menurut OJK, layanan pinjaman online ilegal biasanya menawarkan bunga dan denda yang tinggi. Apabila tidak hati-hati, hal tersebut bisa menjadi jerat utang yang mencekik.

Informasi lebih lanjut tentang literasi digital dapat diakses melalui info.literasidigital.id.