Mantan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro menyebutkan, ada lima pekerjaan yang paling dicari di bidang digital di Indonesia. Nusantara pun kekurangan 600 ribu talenta digital per tahun.
Komisaris Bukalapak itu menjelaskan, ada lima jenis pekerjaan spesifik yang paling dibutuhkan oleh industri di Indonesia saat ini, yaitu:
- Ilmuan data (data scientist)
- Back-end developer
- Front-end developer
- Android developer
- Full stack developer
"Pekerjaan ini (data scientist) populer karena kondisi industri sekarang banyak bicara maha data (big data)," kata Bambang dalam webinar Katadata dengan University of Technology Sidney (UTS) bertajuk The Future of the Digital Economy in Indonesia, Selasa (23/11).
Ilmuan data dibutuhkan perusahaan untuk mengelola data lewat teknologi kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI). Apalagi menurutnya, ekonomi global akan bergantung pada big data.
"Jadi ketersediaan talenta digital ini sebagai input agar Indonesia bisa bersaing dengan negara lain, terutama di Asia Tenggara," kata Bambang.
Sebelumnya, marketplace pencarian kerja, Ekrut juga mengungkapkan bahwa terjadi kenaikan permintaan sumber daya manusia (SDM) di bidang teknologi informasi sejak tahun lalu. Rinciannya, sebagai berikut:
- Data analyst dan scientists naik 76,59%
- Pemasaran merek 66%
- Perencana strategi 62,78%
- Full stack engineer 50,85%
- Keamanan siber 23,91%
Namun, Indonesia mengalami defisit talenta digital. Riset McKinsey dan Bank Dunia menunjukkan, Indonesia membutuhkan sembilan juta tenaga digital hingga 2030. Ini artinya, ada kebutuhan 600 ribu pekerja digital per tahunnya.
Vice-Chancellor UTS Professor Andrew Parfitt mengatakan, defisit talenta digital sebenarnya tidak hanya dialami oleh Indonesia, tapi juga negara lain di dunia. "Untuk mengatasinya, pemerintah dan universitas harus berkerja sama membangun lebih banyak program," katanya.
UTS misalnya, menjalankan berbagai strategi, seperti mengakomodasi kewirausahaan pada kurikulum maupun kegiatan ekstra kurikulum. Ini kemudian digunakan banyak mahasiswa untuk menciptakan perusahaan rintisan (startup).
Saat ini, UTS membina lebih dari 329 usaha rintisan yang dipimpin dan dikelola oleh mahasiswa.
Pengenalan pada pola berpikir kritis dalam kewirausahaan, dibarengi dengan penguasaan keilmuan, nantinya berkontribusi besar pada kemampuan para mahasiswa, baik ketika mereka memutuskan untuk membuat startup, berwirausaha maupun bekerja pada perusahaan.
“Pekerja dengan ketrampilan tinggi dan para insinyur lintas keilmuan akan menjadi kunci kesuksesan proses transformasi digital. Oleh karena itu, pembelajaran kemampuan digital baru harus diprioritaskan,” kata dosen di Fakultas Teknik dan Teknologi Informasi Universitas Teknologi Sydney Dr. Diep Nguyen.