Facebook telah membayar denda 17 juta rubel atau sekitar Rp 3,3 miliar ke pemerintah Rusia. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini gagal menghapus konten yang dianggap ilegal oleh Moskow.
“Akan tetapi, ancaman denda berpotensi lebih besar,” demikian laporan kantor berita Interfax, dikutip dari Reuters, Minggu (19/12).
Induk Facebook, Meta dan Google Alphabet diduga melakukan pelanggaran berulang terkait undang-undang Rusia tentang konten. Keduanya dapat didenda sekian persen dari pendapatan tahunan di Negeri Beruang Putih.
Pada Oktober, pemerintah Rusia mengirim petugas pengadilan negara bagian untuk menegakkan pengumpulan denda 17 juta rubel kepada Facebook. Interfax melaporkan, tidak ada lagi proses penegakan hukum terhadap perusahaan, mengutip basis data (database) layanan juru sita federal.
Sebelumnya, aplikasi perpesanan Telegram juga membayar denda 15 juta rubel kepada pemerintah Rusia.
Pada Agustus, Rusia juga mendenda Facebook, Twitter, dan WhatsApp karena gagal menyimpan data pengguna di server lokal. Ini setelah otoritas terkait meningkatkan kendali atas segmen internet di Rusia.
Utamanya, setelah Presiden Vladimir Putin menuduh platform media sosial Barat melanggar undang-undang di negara itu.
Pengadilan distrik Tagansky Moskow mendenda Facebook 15 juta rubel atau US$ 200 ribu. Twitter didenda 17 juta rubel untuk pelanggaran berulang.
“Sedangkan WhatsApp dikenai denda empat juta rubel karena pelanggaran pertama,” kata pengawas internet di Rusia Roskomnadzor, dikutip dari The Moscow Times, pada Agustus (26/8).
Rusia mewajibkan data pribadi pengguna disimpan di server domestik. Aturan ini disahkan pada 2014.
Twitter dan Facebook pertama kali dihukum karena melanggar atutan tersebut tahun lalu. Sedangkan Google terkena denda pertama bulan lalu.
Roskomnadzor mengatakan bahwa beberapa perusahaan mulai mematuhi undang-undang, termasuk Apple, Microsoft, LG Electronics, Samsung, PayPal, dan Booking.com.
Rusia dalam beberapa bulan terakhir telah mengambil tindakan hukum terhadap raksasa teknologi asing. Utamanya, karena gagal menghapus konten atas permintaan Roskomnadzor.
Pihak berwenang menuduh platform internet mencampuri urusan dalam negeri Rusia. Utamanya, selama protes untuk mendukung kritikus Kremlin yang dipenjara, Alexei Navalny pada Januari.
Platform media sosial Barat tidak menghapus unggahan yang menyerukan anak di bawah umur untuk bergabung dalam demonstrasi. Saat itu, Putin mengeluhkan pengaruh yang semakin besar dari perusahaan teknologi besar.
Pada Juni, pemimpin Rusia mengatakan bahwa platform media sosial Barat mengabaikan permintaan untuk menghapus konten ilegal.
Rusia pun memblokir sejumlah situs web yang menolak bekerja sama dengan pihak berwenang, termasuk LinkedIn dan platform video Dailymotion.