Riset: 30% Layanan Telemedicine Sebut Pegawai Bahayakan Data Pasien

Kaspersky
Ilustrasi telemedicine
Penulis: Desy Setyowati
7/1/2022, 13.59 WIB

Perusahaan keamanan siber skala global, Kaspersky mencatat bahwa 30% penyedia layanan kesehatan pernah mengalami kasus ketika pegawai membahayakan data pribadi pasien selama konsultasi jarak jauh (telemedicine).

Selain itu, hampir setengah dari penyedia layanan setuju bahwa dokter tidak memahami dengan jelas bagaimana data pasien dilindungi. Namun, 67% dari mereka percaya pentingnya sektor kesehatan mengumpulkan lebih banyak informasi pribadi demi pengembangan industri.

Riset itu berdasarkan wawancara terhadap 389 perwakilan perusahaan penyedia layanan kesehatan di 34 negara termasuk Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa, ASEAN, Asia Pasifik, Rusia, komunitas negara independen atau CIS.

Sebanyak 170 di antaranya memiliki 1.000 lebih karyawan. Sedangkan sisanya 50 – 999 pegawai.

Penelitian menunjukkan bahwa hanya 17% penyedia layanan kesehatan yang yakin bahwa sebagian besar mitra dokter, yang melakukan sesi jarak jauh, memiliki wawasan penuh tentang perlindungan data pasien.

Selain itu, sebanyak 54% responden mengakui bahwa beberapa dokter melakukan sesi jarak jauh menggunakan aplikasi yang tidak dirancang khusus untuk telehealth, seperti FaceTime, Facebook Messenger, WhatsApp, Zoom, dan lainnya.

CEO arztkonsultation.de Peter Zeggel mengatakan, menggunakan aplikasi yang tidak diperuntukkan bagi perawatan kesehatan memiliki risiko. arztkonsultation.de adalah penyedia telehealth di Jerman.

Ia mengatakan, aplikasi telehealth dirancang khusus dan disertifikasi untuk melindungi data pribadi yang sensitif. Menurutnya, mereka yang gagal menerapkan platform yang tepat, juga dapat melanggar persyaratan telehealth.

“Dengan melewatkan perlindungan tingkat tinggi seperti ini berarti berisiko kehilangan kepercayaan, tindakan disipliner, dan konsekuensi yang cukup besar,” kata Peter dalam keterangan resmi yang diterima Katadata.co.id, Rabu (5/1).

Padahal, hampir tujuh dari sepuluh (67%) responden setuju bahwa industri perlu mengumpulkan lebih banyak informasi pribadi, untuk melatih kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) dan memastikan diagnosis andal.

Itu berarti penyedia layanan kesehatan perlu memperkuat langkah-langkah keamanan siber untuk mempersiapkan era baru kedokteran digital.

Profesor Strategi Afiliasi di INSEAD dan pakar transformasi digital Chengyi Lin mengatakan, perusahaan harus berhati-hati dalam menyusun, mengelola, dan mengatur data kesehatan yang sensitif. Sebab, informasi kesehatan sangat berharga bagi individu dan sistem perawatan dalam meningkatkan hasil efektif dan alokasi biaya efisien.

“Kami melihat hasil yang menggembirakan dari penggunaan big data untuk desain uji klinis yang lebih baik serta mengurangi waktu dan biaya," kata Lin.

"Kami dapat memanfaatkan teknologi untuk memberikan manfaat sembari mengutamakan privasi misalnya, menggunakan langkah-langkah privasi tambahan untuk memfasilitasi adopsi AI,” tambahnya.

Head of Kaspersky Academy Denis Barinov menyampaikan, semakin kompleks dan kritis teknologi, semakin dibutuhkan kesadaran dari orang-orang yang menggunakannya. “Ini sangat penting bagi industri perawatan kesehatan yang memasuki tahap digital baru dan semakin menghadapi masalah terkait privasi dan keamanan,” ujar dia.