Didorong 5G, Ericsson Proyeksi 80% Sektor Manufaktur Otomatis di 2030

ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Teknisi melakukan pengesetan jaringan 5G sebelum berlangsungnya ujicoba jaringan di Jakarta, Rabu (12/4). Ujicoba 5G outdoor yang dilakukan XL Axiata dan Ericsson Indonesia itu menjadi yang pertama di Indonesia guna mempersiapkan implementasi teknologi tercanggih ini secara global di tahun 2020 mendatang.
14/1/2022, 13.47 WIB

Riset perusahaan telekomunikasi global, Ericsson menyatakan bahwa 80 % sektor manufaktur global termasuk Indonesia akan menjadi otomatis pada 2030. Otomatisasi di sektor manufaktur itu terdorong oleh teknologi internet generasi kelima atau 5G.

Riset bertajuk Ericsson IndustryLab Future of Enterprises membahas secara mendalam masa depan industri manufaktur. Riset tersebut dilakukan melalui survei terhadap 145 juta karyawan produksi yang berasal dari 22 negara, termasuk Indonesia.

Hasilnya, perusahaan manufaktur global tidak mengalami dampak terburuk dari pandemi Covid-19. Sebanyak 69 % perusahaan melaporkan kinerja keuangan yang tidak berubah, atau bahkan meningkat, sejak pandemi dimulai.

Namun, dalam menanggapi persaingan global yang ketat, delapan dari 10 perusahaan menyatakan bahwa saat ini mereka beroperasi di bawah target pengurangan biaya (cost-cutting). Perusahaan tersebut menghadapi tantangan peningkatan produktivitas di tengah adopsi teknologi digital yang masif.

Alhasil, sebagian besar manufaktur pun turut menerapkan teknologi digital ke dalam proses produksi mereka. Tujuh dari 10 perusahaan mengatakan bahwa mereka akan menggunakan lima atau lebih alat produksi yang diaktifkan dengan jaringan nirkabel canggih, seperti 5G dalam waktu lima tahun.

Tiga dari empat produsen juga mengatakan bahwa nirkabel canggih seperti 5G sangat penting untuk mendukung alat produksi.

Head of Ericsson Indonesia Jerry Soper mengatakan, riset itu menunjukkan bahwa teknologi 5G mampu mendorong efisiensi manufaktur. "5G akan menghadirkan serangkaian penggunaan (use case) yang inovatif untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kelincahan manufaktur," katanya dalam siaran pers, kemarin (13/1).

Teknologi 5G juga akan membebaskan operasi manufaktur dari ketergantungan penggunaan kabel. "Ini meningkatkan kecepatan operasi, meningkatkan kemampuan pemeliharaan, dan meningkatkan keselamatan," katanya.

Alhasil, dengan 5G, Ericsson memprediksi sektor manufaktur menjadi setidaknya 80 % otomatis dalam kurun waktu 10 tahun. Ericsson juga memperkirakan akan terjadi peningkatan adopsi teknologi digital dua kali lipat dalam lima tahun ke depan.

Selain teknologi 5G, banyak perusahaan akan menerapkan software kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI), video recognition, augmented reality (AR), virtual reality (VR), kendaraan otomatis, dan exoskeletons. 

Teknologi exoskeletons dapat memberikan peningkatan kekuatan, presisi, dan daya tahan bagi karyawan produksi. Teknologi ini memberi perlindungan pada bagian tubuh seperti tangan, lengan, atau bahkan pakaian seluruh tubuh.

Sebelumnya, peneliti teknologi informasi dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan bahwa teknologi 5G mampu mendongkrak industri manufaktur. Sebab, teknologi 5G mampu menopang Internet of Things (IoT). Sedangkan IoT mendukung otomasi manufaktur, “sehingga menjadi lebih cepat," katanya kepada Katadata.co.id, tahun lalu (21/6/2021).

Ericsson sendiri telah memperkirakan, jumlah pengguna internet 5G mencapai 4,4 miliar atau 75 % dari populasi dunia pada 2027. Ericsson memperkirakan bahwa setiap hari ada satu juta pengguna baru 5G di dunia.

Ericsson memproyeksikan, permintaan layanan internet 5G paling kuat berada di Cina dan Amerika Utara karena didukung pasokan gadget yang sesuai. Di kedua negara ini, harga perangkat 5G turun sehingga menjangkau semua lapisan masyarakat.

Untuk Indonesia, tahun lalu Ericsson mencatat ada 19 % masyarakat yang menggunakan ponsel 5G. Jumlahnya diramal bertambah lima juta hingga 2023.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan