Arab Saudi Akan Bangun Kabah di Metaverse, Seperti Apa Bentuknya?

ANTARA FOTO/REUTERS/Sultan Al-Masoudi/Handout /hp/cf
T. Suasana memperlihatkan Ka'bah saat umat Muslim menjaga jarak sosial saat melakukan Tawaf mereka yang terakhit, memperingati berakhirnya musim Haji di tengah pandemi penyakit virus korona (COVID-19), di kota suci Mekah, Arab Saudi, Minggu (2/8/2020). Foto diambil tanggal 2 Agustus 2020.
10/2/2022, 12.18 WIB

Pemerintah Arab Saudi berencana membuat Ka'bah Masjidil Haram menggunakan teknologi metaverse agar tempat suci umat Islam itu semakin mudah dikunjungi. Teknologi metaverse sendiri dianggap sebagai tren yang akan berkembang di masa depan.

Metaverse sendiri merupakan versi teranyar dari virtual reality (VR) tanpa komputer. Pengguna teknologi ini dapat memasuki dunia virtual menggunakan headset yang terhubung dengan peralatan digital.

Beberapa media asing dan analis mengatakan gambaran metaverse disebut-sebut seperti yang ada di film Ready Player One atau Free Guy. Forbes menyebut, teknologi ini akan berkembang tidak hanya untuk bermain game atau mengobrol dengan avatar, tapi membeli aset, bepergian, hingga berdagang.

 "Mudah untuk melihat bagaimana metaverse memengaruhi dunia nyata," demikian dikutip dari Forbes kemarin (9/2).

CEO Meta Mark Zuckerberg sendiri menggambarkan metaverse sebagai internet yang memungkinkan setiap orang seolah-olah hidup di dalamnya. “Alih-alih hanya melihat konten,” kata dia dikutip dari BBC, akhir pekan lalu (24/7).

 Kepada The Verge, Mark menyampaikan bahwa orang-orang tidak seharusnya hidup melalui ponsel pintar (smartphone). “Itu bukan bagaimana orang dibuat untuk berinteraksi,” katanya.

Pendiri Microsoft Bill Gates memperkirakan, transformasi bisa terjadi dalam dua atau tiga tahun. Ia memprediksi, pertemuan kantor di dunia virtual menjadi tren pada 2023 atau 2024.

Imam Besar Masjidil Haram, Syeikh Abdurrahman Sudais mengatakan, tujuan adanya Ka'bah versi metaverse untuk lebih memudahkan kehadiran tempat suci itu kepada masyarakat dunia. Inisiatif metaverse itu memungkinkan masyarakat Muslim global mencium Hajr Aswad secara virtual serta ziarah ke Mekah. 

Menurutnya, banyak peninggalan sejarah dan Islam yang mesti didigitalisasi. "Sangat penting untuk memiliki simulasi yang tidak hanya melibatkan penglihatan dan pendengaran tetapi juga sentuhan dan penciuman," katanya dikutip dari The New Arab pada tahun lalu (14/12/2021).

 Namun, inisiatif itu memicu kontroversi. Lembaga Presidensi Urusan Keagamaan Turki (Diyanet) mengatakan, Ka'bah metaverse bisa diandalkan untuk mengenalkan tempat suci tapi tidak akan bisa menggantikan ibadah Haji secara nyata. Sebab, yang menjadi syarat ibadah Haji yakni menyentuh lantai Mekkah secara langsung.

 "Orang-orang beriman dapat mengunjungi Ka'bah di metaverse, tetapi itu tidak akan pernah dianggap sebagai ibadah yang nyata," kata Direktur Departemen Haji dan Umrah Diyanet, Remzi Bircan dikutip dari Hurriyet Daily News pada pekan lalu (3/2).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan