Cara Industri Makanan dan Telekomunikasi Raup Potensi Pasar Metaverse

Disney
Film Wreck It Ralph 2
30/3/2022, 13.29 WIB

Sejumlah industri di Indonesia diramal masif mengadopsi metaverse. Perusahaan di sektor makanan dan minuman hingga telekomunikasi pun menyiapkan sejumlah cara guna memanfaatkan potensi pasar teknologi dunia virtual.

Metaverse merupakan versi teranyar dari virtual reality (VR) tanpa komputer. Pengguna dapat memasuki dunia virtual menggunakan perangkat berupa headset atau kacamata berbasis augmented reality (AR) maupun VR.

Senior Brand Manager Enesis Group Tegar Baskoro mengatakan, perusahaannya gencar mengadopsi sejumlah teknologi digital sejak pandemi Covid-19. Ini juga merupakan cara agar perusahaan bisa bertahan di tengah pandemi.

Selama pandemi corona, perusahaan barang jadi (consumer goods) yang memproduksi merek makanan dan minuman itu mengembangkan ekosistem digital untuk memetakan target pemasaran produk.

Enesis pun berencana menyasar pasar metaverse. "Kami belum melihat ekosistem yang terbentuk dengan matang, tapi kami tetap mengkaji pengembangan metaverse," kata Tegar dalam diskusi yang digelar oleh Selular.ID, Rabu (30/3).

Perusahaan berencana menghadirkan produk NFT alias non-fungible token. "Kami mengkaji merek-merek makanan mana yang kami taruh di metaverse," ujarnya.

Begitu juga dengan pengembang gim Free Fire, Garena. Country Head Garena Hans Kurniadi Saleh mengatakan, perusahaan akan terus mengembangkan konten-konten game yang sesuai dengan perkembangan teknologi terkini.

"Ini karena ekosistem gim berkembang pesat. Dulu hanya melibatkan pemain endemik. Sekarang mencakup luas," ujarnya.

Director & Chief Strategy & Execution Officer Indosat Ooredoo Hutchison Armand Hermawan mengatakan, bagi perusahaan telekomunikasi, perkembangan teknologi terbaru seperti metaverse harus disikapi dengan penguatan infrastruktur.

“Perusahaan telekomunikasi juga menyiapkan diri. Ini karena kreativitas konten harus terintegrasi dengan infrastruktur di telekomunikasi juga," katanya.

Perusahaan pun gencar menghadirkan layanan internet terbarukan seperti 5G guna mengakomodasi teknologi metaverse.

Sebelumnya, peneliti teknologi informasi dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, teknologi metaverse perlahan mulai diadopsi dan dimanfaatkan oleh sejumlah industri di Indonesia. Namun, adopsinya masih dalam tahap pengenalan.

"Tahun depan bisa lebih masif lagi," kata Heru kepada Katadata.co.id, pada Januari (19/1).

Ia memperkirakan, hampir semua sektor mengadopsi teknologi metaverse. "Namun, yang paling awal mengadopsi yakni sektor gim, busana, dan properti," kata Heru.

Heru pun menilai Indonesia perlu mematangkan ekosistem digital agar pemanfaatan metaverse maksimal. Selain itu, butuh penambahan talenta digital dan infrastruktur guna menunjang pengembangan teknologi dunia virtual.

Secara global, teknologi metaverse diramal menjadi tren teknologi. Pendiri Microsoft Bill Gates memperkirakan bahwa pertemuan kantor di dunia virtual atau metaverse akan menjadi tren pada 2023 – 2024.

Bill Gates menyebut periode tren rapat di dunia virtual itu sebagai ‘tahun yang paling tidak biasa dan sulit’. Ia menilai, 2022 dan selanjutnya merupakan masa yang lebih digital.

Menurutnya, pandemi Covid-19 mendorong banyak orang beralih ke digital. Ini termasuk merevolusi tempat kerja.

Raksasa teknologi asal Cina, Baidu juga memperkirakan bahwa adopsi metaverse butuh waktu lama, yakni hingga enam tahun agar bisa hadir sepenuhnya secara global.

Presiden HTC China Alvin Graylin juga mengatakan bahwa metaverse secara penuh akan hadir dalam lima sampai 10 tahun. Namun, bagian dari produk-produk pendukungnya akan hadir lebih cepat.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan