CEO Tesla Elon Musk membeli Twitter dan berencana menerapkan prinsip kebebasan berbicara di platform media sosial itu. Namun, kelompok hak digital khawatir visi ini justru membuat maraknya konten berisi ujaran kebencian hingga hoaks.
Direktur kebijakan di kelompok hak digital internasional Access Now Javier Pallero khawatir Elon Musk akan mengambil pendekatan yang lebih bebas dalam moderasi konten.
Pallero mengatakan, akun yang mengunggah konten eksplisit ilegal seperti pornografi dapat dengan mudah beredar. Konten ini juga diperkuat tanpa ada yang membedakannya dari unggahan lain.
Kemudian, muncul masalah konten seperti ujaran kebencian, yang tidak secara eksplisit ilegal, tetapi masih berbahaya. Moderasi konten ini akan longgar dan menjadi lebih umum.
"Tidak mungkin Elon Musk dapat menggunakan platform yang layak untuk kebebasan berekspresi, jika ia tidak memberikan batasan tertentu," kata Pallero dikutip dari Business Insider, Rabu (27/4).
Menurut dia, maraknya konten ujaran kebencian akan berdampak pada pengucilan kelompok tertentu. Mereka yang biasanya dari kelompok minoritas bakal merasa dikucilkan dan terpinggirkan dari platform.
Sedangkan pengguna Twitter bukan hanya berasal dari Amerika Serikat (AS), tetapi juga negara lainnya, seperti Databoks di bawah ini:
Asisten Profesor Sosiologi di Rutgers University Thomas Davidson sepakat dengan kekhawatiran Pallero. Sebab, Elon Musk selama ini dianggap membuat konten yang memecah belah, menyebarkan informasi yang salah, dan terlibat konflik dengan pengguna lain di Twitter.
"Twitter milik Elon Musk juga dapat menandai kembalinya mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan lainnya, yang dilarang dari platform karena telah menghasut dan menyebarkan ujaran kebencian," kata Davidson.
Elon Musk sebelumnya menyatakan bahwa visi setelah membeli Twitter yakni keterbukaan. "Kebebasan berbicara adalah landasan demokrasi yang berfungsi,” kata Musk dikutip dari Reuters, Selasa (26/4).
“Twitter memiliki potensi luar biasa. Saya berharap dapat bekerja sama dengan perusahaan dan pengguna untuk membuka potensi itu,” tambah orang terkaya di dunia versi Forbes tersebut.
Meski begitu, masih belum jelas perubahan apa yang akan dibawa CEO Tesla itu di Twitter. "Saya berharap kritik terburuk saya tetap ada di Twitter, karena itulah arti kebebasan berbicara," kata Musk.
Pendiri SpaceX tersebut berhasil mencapai kesepakatan untuk membeli saham Twitter US$ 44 miliar atau Rp 636 triliun pada Senin (25/4). Kesepakatan ini disetujui dengan suara bulat oleh dewan direksi Twitter dan prosesnya diperkirakan selesai tahun ini.
Dewan direksi Twitter setuju menjual saham kepada Elon Musk seharga US$ 54,2 atau Rp 781 ribu per lembar. Harganya setara premi 38% dari harga saham perusahaan sebelum Musk menjadi pemegang saham tunggal terbesar.
"Dewan direksi Twitter telah melakukan proses yang bijaksana dan komprehensif untuk menilai proposal Elon Musk dengan fokus yang disengaja pada nilai, kepastian, serta pembiayaan," kata ketua Dewan Independen Twitter Bret Taylor, dikutip dari CNN Internasional, Selasa (26/4).
Kesepakatan itu akan membuat Musk memegang kendali penuh atas Twitter.