Aplikasi Kencan Tinder Gugat Google karena Dianggap Monopoli

ANTARA FOTO/REUTERS/Arnd Wiegmann/File Photo/AWW/sa.
Seorang pria berjalan melewati logo Google di depan gedung perkantoran di Zurich, Swiss, Rabu (1/7/2021).
11/5/2022, 16.54 WIB

Perusahaan di balik aplikasi kencan Tinder, Match Group menggugat Google. Gugatan ini terkait dugaan monopoli.

Match Group mengklaim bahwa Google secara ilegal memonopoli pasar untuk mendistribusikan aplikasi sendiri di Android. Google juga dianggap menerapkan potongan pembayaran tidak adil bagi aplikasi lain.

Perusahaan tersebut mengajukan gugatan itu ke pengadilan federal California, Amerika Serikat (AS). Dalam gugatannya, Match Group mengatakan bahwa Google mengendalikan pasar secara dominan untuk aplikasi Android.

Google dinilai mengatur satu-satunya cara untuk membeli aplikasi di pasar. Konsumen yang ingin membeli aplikasi juga tidak dapat mempelajari opsi dengan harga lebih rendah di tempat lain.

Match Group juga menganggap Google telah melarang layanan pemrosesan pembayaran dalam aplikasi alternatif. Alhasil, mereka dapat memotong hampir setiap transaksi dalam aplikasi di Android.

"Pada 10 tahun lalu, Match Group adalah mitra Google. Tapi kami sekarang menjadi sandera," kata Match Group dalam gugatan itu, dikutip dari Business Insider, Selasa (10/5).

Sedangkan Tinder merupakan aplikasi kencan paling populer di dunia, sebagaimana Databoks di bawah ini:

Juru bicara Google menuduh bahwa gugatan itu hanyalah kelanjutan dari kampanye kepentingan pribadi Match Group. "Itu hanya upaya untuk menghindari pembayaran dengan nilai signifikan," katanya.

Induk usaha Tinder itu juga dianggap memenuhi syarat untuk membayar 15% potongan aplikasi di Google Play. "Padahal, ini untuk langganan digital yang merupakan tarif terendah di antara platform aplikasi utama," katanya.

Ia mengatakan, jika Match Group tidak ingin mematuhi kebijakan Google Play, keterbukaan Android masih memberi mereka banyak cara mendistribusikan aplikasi.

Selain Google, Apple digugat oleh Epic Games dan Apple terkait kebijakan di toko aplikasi App Store.

Apple sebelumnya mengenakan komisi 30% di toko aplikasi App Store. Epic Games menganggap kebijakan itu tidak adil.

Selain itu, Apple dianggap monopoli karena mengharuskan pengembang hanya menggunakan sistem pembayaran App Store untuk setiap pembelian di toko aplikasi.

Epic Games sempat mencoba untuk melanggar aturan itu. Pengembang aplikasi ini memasukkan sistem pembayaran pihak ketiga sendiri saat pengguna membeli gim populer besutan Epic, Fortnite.

Namun, Apple kemudian menghapus Fortnite dari App Store. Epic Games pun menggugat produsen iPhone pada 2020. Epic mengklaim kebijakan App Store melanggar undang-undang anti-monopoli.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan