Daftar Negara Wajibkan Google hingga Facebook Daftar, Termasuk RI

Katadata
Platform raksasa teknologi
21/7/2022, 13.30 WIB

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meminta raksasa teknologi seperti Google hingga induk Facebook, Meta untuk mendaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat di Indonesia. Negara mana lagi yang menerapkan aturan serupa?

Pendaftaran PSE lingkup privat tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Menkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat.

Pendaftaran PSE dapat dilakukan melalui Online Single Submission (OSS) yang telah disiapkan. Melalui OSS, penyelenggara PSE lingkup privat dengan mudah melakukan proses pendaftaran yang juga disiapkan panduan.

(BACA JUGA: Kominfo Ancam PSE Lokal Daftar Pakai Nama 'Google Sumedang' & WhatsApp)

Kementerian telah memberitahu Google hingga Meta untuk mendaftar sejak 2020. Sedangkan batas waktu pendaftaran yakni kemarin (20/7).

Berdasarkan pantauan Katadata.co.id, tercatat sudah ada 207 PSE asing yang telah mendaftar. Kemudian, ada 8.002 PSE domestik yang juga mendaftar.

Sejumlah PSE raksasa juga tercatat sudah mendaftar, di antaranya WhatsApp, Instagram, Facebook, Twitter, Netflix, Snapchat hingga TikTok. Begitu juga dengan gim PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG) dan Mobile Legends.

Google juga mendaftarkan layanan komputasi awan (cloud) mereka yakni Google Cloud sebagai PSE lokal. Namun, layanan lainnya seperti Gmail, Google Chrome hingga YouTube belum terdaftar.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, PSE yang belum terdaftar hingga batas waktu yang sudah ditentukan akan dikenakan sanksi, lewat tiga tahapan yakni:

1. Teguran

PSE yang belum mendaftar hingga batas waktu yang sudah ditentukan yakni besok (20/7), akan mendapatkan surat teguran dari Menteri Kominfo. "Per 21 Juli sudah kami berikan surat teguran," kata Semuel dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (19/7).

2. Denda

Apabila belum juga mendaftar, Kominfo akan mengenakan denda administratif. Namun, Kominfo tidak mengungkapkan nominal denda yang dikenakan. 

3. Pemblokiran

Sifat pemblokiran hanya sementara. "Kalau PSE sudah mendaftar lagi, akan ada normalisasi. Jadi, begitu terdaftar, mesin pemblokiran sudah tidak aktif," kata Semuel.

Ia mengatakan, Kominfo akan tegas untuk menerapkan sanksi itu. "Ini masalah tata kelola bukan pengendalian. Ini supaya tahu siapa saja yang beroperasi di Indonesia," katanya.

"Artinya, mereka tidak melihat Indonesia sebagai pasar potensial. Ini juga membuka kesempatan anak bangsa penuhi kebutuhan masyarakat," ujarnya.

Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya menyampaikan, kewajiban pendaftaran PSE sebenarnya membuat pemerintah menjadi lebih kuat.

“Contohnya sebelum ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas keuangan tertinggi di Indonesia harus meminta bantuan Google ketika ingin membatasi aplikasi pinjol ilegal,” katanya dalam pernyataan tertulis, Senin (18/7).

Dengan kewajiban pendaftaran PSE, berarti ada kontrol langsung dari pemerintah terhadap aplikasi yang bisa merugikan masyarakat Indonesia. Pemerintah pun bisa melakukan tindakan lebih cepat, tanpa harus tergantung dari pengelola layanan seperti Play Store atau Apps Store.

Ia juga mengatakan, ada beberapa negara yang menerapkan regulasi untuk mendorong Google hingga Meta taat kepada pemerintah.

"PSE yang besar mungkin merasa mereka memiliki negosiasi power yang kuat dan adanya ketergantungan masyarakat atas layanan yang mereka berikan. Namun aturan tetap aturan dan harus ditegakkan," katanya.

Katadata.co.id mencatat, setidaknya ada tujuh negara yang menerapkan aturan ketat bagi Google hingga Meta, meskipun bukan hanya terkait dengan pendaftaran platform. Mereka di antaranya:

1. Amerika Serikat (AS)

Tahun lalu, Komisi Perdagangan Federal (FTC) AS mewajibkan raksasa teknologi berbagi informasi tentang bagaimana mereka mengumpulkan dan menggunakan data dari pengguna. FTC menyasar sejumlah perusahaan seperti Google, Amazon, ByteDance hingga Meta.

Selain itu, AS menerapkan aturan anti-monopoli pada raksasa teknologi ini. Amazon, Apple, Facebook, Google, dan Microsoft telah terkena denda atas tindakan monopoli.

Gugatan anti-monopoli besar pertama terhadap raksasa teknologi itu dimulai pada akhir 1990-an, ketika Microsoft digugat oleh Departemen Kehakiman AS. Gugatan ini mengklaim bahwa perusahaan sengaja menggabungkan perangkat lunak bebas pada sistem operasinya. Tujuannya, mempersulit persaingan di pasar.

2. Inggris

Regulator di Inggris menerapkan aturan bagi platform digital yakni The Security of Network & Information Systems (NIS). Tujuannya, meningkatkan keamanan jaringan dan sistem informasi.

Aturan itu mewajibkan penyedia layanan digital mematuhi hukum dan menunjuk perwakilan mereka di Inggris.

Otoritas kompetisi dan pasar Inggris alias The Competition and Markets Authority (CMA) juga mengawasi praktik monopoli raksasa teknologi secara ketat. Yang terbaru, CMA menyelidiki akuisisi pengembang game Activision Blizzard oleh Microsoft. 

3. Uni Eropa

Uni Eropa akan memberlakukan aturan anti-monopoli bernama Digital Markets Act (DMA) pada musim semi 2023. Regulasi ini bisa membuat raksasa teknologi global seperti Apple, Meta hingga Google terancam denda jumbo hingga 10% dari omzet globalnya.

Uni Eropa juga mempunyai aturan perlindungan data pribadi yakni General Data Protection Regulation (GDPR). Regulasi ini mengatur agar Google hingga Meta melindungi data pribadi pengguna dan terdaftar.

Otoritas yang berada di Irlandia itu bertanggung jawab untuk menegakkan hak dasar Uni Eropa atas privasi data.

4. Cina

Cina melakukan reformasi Undang-Undang (UU) penanaman modal asing pada 2019. Melalui regulasi ini, Tiongkok bisa memeriksa Google hingga Twitter untuk beroperasi secara legal sebelum mereka mulai mendirikan bisnis di negaranya.

Selain itu, Cina gencar menekan raksasa teknologi lokal seperti Alibaba dan Tencent. Regulasi ini antara lain terkait dengan aturan anti-monopoli yang baru, kredit mikro berbasis digital hingga membatasi anak bermain gim online.

5. Australia

Tahun lalu, pemerintah Australia memaksa Google dan Facebook membayar konten yang diambil dari situs berita. Melalui kebijakan ini, Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (ACCC) bisa menagih uang dari Google dan Meta.

6. India

Tahun lalu, Kementerian Elektronika dan Teknologi India Informasi meminta Google dan Meta untuk mematuhi aturan IT.

Dalam aturan dijelaskan bahwa setiap perusahaan teknologi harus menunjuk chief compliance officer, resident grievance officer, dan orang yang disebut nodal contact person untuk mengatasi masalah di lapangan.

7. Korea Selatan

Komisi Komunikasi Korea Selatan membuat aturan penegakan yang mencakup amendemen UU Bisnis Telekomunikasi. Regulasi ini dijuluki ‘Hukum Anti-Google’.

Salah satu poin di aturan ini melarang operator toko aplikasi seperti Google Play Store dan App Store dari Apple memaksa penggunaan sistem pembayaran kepada penyedia konten.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan, Lenny Septiani